tirto.id - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mendalami dugaan pelanggaran persaingan usaha terkait tingginya bunga pinjaman fintech peer to peer (P2P) lending.
KPPU menduga penetapan bunga dan biaya pinjaman dari fintech P2P lending dilakukan bersama-sama sehingga memunculkan angka yang tinggi.
“Pertanyaan kami kenapa fintech bunganya melebihi [bank]? Kami kan berharap bisa lebih efisien. Kami tanya kenapa bunganya lebih tinggi dari bank tradisional. Dalam penyelidikan, [diduga] ada penetapan harga,” kata Komisioner KPPU, Guntur Syahputra di Jakarta, Senin (26/8/2019).
Saat ditanya kemungkinan praktik tersebut mengarah pada aktivitas kartel, Guntur menjawab, ”Bisa, tapi kami masih penelitian.”
Guntur mengatakan KPPU menemukan indikasi sejumlah fintech P2P lending melanggar ketentuan dalam Pasal 5 UU Nomor 5 tahun 1999 tentang persaingan usaha.
Ketentuan itu melarang kegiatan penetapan harga secara bersama-sama. Artinya, pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan lainnya untuk menetapkan harga yang harus dibayar oleh konsumen.
Guntur menambahkan, tingginya bunga dan biaya pinjaman dari sejumlah perusahaan fintech P2P lending tidak mencerminkan ekonomi digital yang efisien.
Padahal, kata Guntur, perusahaan fintech P2P lending beroperasi dengan biaya fixed cost karena hanya membutuhkan infrastruktur yang minim. Dengan kondisi itu seharusnya bunga pinjaman bisa dipatok rendah.
“Setiap industri ekonomi digital harusnya kegiatan bisnisnya efisien. Salah satu dampaknya ongkos di masyarakat lebih murah,” kata Guntur.
Sementara ini, Guntur melanjutkan, KPPU menduga penetapan bunga dan biaya pinjaman secara bersama-sama itu dilakukan melalui asosiasi fintech P2P lending.
“Penetapan harga melalui asosiasi,” ucap Guntur.
Guntur mengatakan hal ini tidak dibenarkan sebab seharusnya ada kompetisi di antara perusahaan fintech P2P lending dalam menggaet konsumen. Kompetisi itu bisa memunculkan tingkat bunga atau biaya pinjaman yang beragam.
Dia juga mengingatkan pembatasan bunga seharusnya juga tidak dilakukan. Sebab, ada potensi pelanggaran undang-undang dalam praktik seperti itu.
“Jadi yang dimaksud mengatur harga tidak hanya saya harga sekian. Tapi mengatur untuk tidak melewati atau melebihi itu juga masuk,” ujar Guntur.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Addi M Idhom