tirto.id - Jatuhnya korban sakit dan meninggal dari Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) sempat menarik perhatian publik. Di saat yang sama tak banyak yang tahu mengenai dinamika yang terjadi pada Tempat Pemungutan Suara (TPS).
Ketua KPPS 72, Pondok Ranji, Ciputat Timur, Tangerang Selatan, Darmawan Chatur pun mengingat betul salah satu pengalamannya. Pada tanggal 17 April 2019, ia sempat mendapati anggotanya kelelahan usai berjam-jam melakukan perhitungan suara.
Menjelang tengah malam, Chatur mengambil keputusan untuk beristirahat dan menunda perhitungan suara hingga pagi esok hari.
Namun, di tengah prosesnya, ia justru mendapat protes dari saksi yang hadir. Di tengah protes itu, ia pun tetap memutuskan agar memberi jeda waktu istirahat dan menlanjutkan proses perhitungan suara di esok harinya.
“Sempat paksa minta break. Saya liat anggota KPPS saya feeling-nya dia udah capai dan sudah tidak fokus. Kami akhirnya break meski diprotes keras saksi dari partai,” ucap Chatur dalam diskusi bertajuk 'Bagaimana Hentikan Korban Pelaksana Pemilu' di Gado-gado Boplo, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (18/5/2019).
Waktu itu ia mengatakan bawa surat suara akan dibawa pulang, dan keesokan harinya dilanjutkan penghitungan
Keputusan untuk istirahat itu kata Chatur tidak disetujui oleh saksi. Meskipun ia telah menjanjikan bahwa kotak suara akan disimpan di rumahnya, saksi tetap tidak percaya.
Akibat dari keputusannya itu, Chatur mengingat bahwa ia diancam akan dilaporkan oleh salah seorang saksi. Dasar pelaporan waktu itu ditujukan karena tindakannya dianggap melawan keinginan saksi.
“Ada yang bilang saya laporkan katanya [karena] saya melawan, sedangkan menurut dia petugas enggak boleh berargumen, tapi saya bilang silahkan laporkan saja,” ucap Chatur.
Padahal menurut Chatur permintaan instirahat itu seharusnya wajar. Sebab selama perhitungan mereka sudah cukup tertekan saat ditunggui saksi partai. Di samping itu, ia juga mendapati saksi yang hadir kerap meminta suara dihitung ulang saat mereka sendiri sedang tidak fokus.
“Ketika menghitung suara sah-tidak sah ada yang suka minta hitung ulang. Itu kami harus turutin. Kami tidak mau jadi risiko dicatat kecurangan,” ucap Chatur.
Kendati dilaporkan Chatur mengaku tak mendapat persoalan berkepanjangan. Namun, benar saja usai pencoblosan pada hari Rabu (17/4/2019) lalu, salah seorang anggota KPPS-nya akhirnya masuk rumah sakit pada Sabtu (20/4/2019).
“Hari Sabtu habis pencoblosan ada yang masuk rumah sakit. Satu orang dari lingkungan saya,” ucap Chatur mengenang masa itu.
Forum Masyarakat Pemantau Parlemen Indonesia, Lucius Karus pun mengatakan proses yang dialami petugas KPPS ini perlu dibenahi.
Pasalnya tak banyak yang cukup peduli dari awal pendaftaran agar petugas KPPS tidak kelelahan. Namun, nyatanya penyelenggara pemilu dan parpol lebih fokus pada pencoblosan yang dilakukan oleh masyarakat.
“Tidak fokus pada tata kelola waktu menjamin petugas agar tidak kecapain. Yang dilakukan penyelenggara dan parpol itu hanya bagaimana mencoblos yang benar,” ucap Lucius dalam diskusi.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Irwan Syambudi