Menuju konten utama

KPPIP: Skema Pembiayaan LCS untuk Tambal Pembiayaan Infrastruktur

Menurut Rainier, skema LCS dapat memaksimalkan nilai aset dari infrastruktur yang telah dibangun pemerintah.

KPPIP: Skema Pembiayaan LCS untuk Tambal Pembiayaan Infrastruktur
Pembangunan Tol Trans Jawa ruas Salatiga-Kartasura berlangsung di Susukan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Rabu (12/9/2018). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra

tirto.id - Direktur Program Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) Rainier Haryanto menilai konsep pembiayaan Limited Consession Scheme (LCS) kerap disalahpahami sebagai bentuk penjualan proyek infrastruktur ke swasta.

Ia menilai pentingnya sosialisasi apabila Peraturan Presiden (Perpres) terkait LCS sudah diteken. Payung hukum LCS sebagai sumber pembiayaan baru untuk pembangunan infrastruktur telah memasuki tahap akhir.

“Persepsi itu muncul karena mungkin kurang paham. Tapi karena aturannya memang belum keluar, maka belum bisa disosialisasikan. Sosialisasi itulah kata kuncinya. Saat nanti misal ada proyek yang dipilih [untuk skema LCS], maka perlu market sounding ke banyak pihak,” kata Rainier kepada reporter Tirto pada Minggu (28/10/2018).

Menurut Rainier, skema LCS dapat memaksimalkan nilai aset dari infrastruktur yang telah dibangun pemerintah. Dengan menerapkan skema tersebut, Rainier berharap pihak swasta dapat membawa angin segar bagi pendapatan infrastruktur, salah satunya seperti yang dapat dilakukan di bandar udara.

Kemungkinan besar pemerintah memang akan mengelola sejumlah bandara yang masuk ke dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) dengan menggunakan skema LCS. Rainier tidak menampik hal tersebut, namun ia menyebut Perpres yang bakal terbit juga turut mengatur pembiayaan dengan skema LCS untuk beberapa industri lain.

Rainier tak membantah apabila bandara masih menjadi infrastruktur yang relatif menarik bagi para investor.

“Itu kami melihat trennya di luar negeri. Kami tidak bisa asal mengundang pihak swasta. Mereka harus tertarik [dengan proyeknya],” ujar Rainier.

Lebih lanjut, Rainier menekankan penerapan LCS ini merupakan upaya untuk menambah varian skema pembiayaan yang tengah diadaptasi pemerintah saat ini.

Ia pun berharap pembelian konsesi dapat menjadi jalan keluar agar pemerintah tidak lagi diributkan dengan persoalan utang luar negeri yang digunakan untuk membiayai pembangunan infrastruktur.

Kendati peluangnya terbuka lebar, namun pengelolaan bandara oleh swasta itu tetap ada batasnya. Apabila mengacu pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, investor boleh mengelola seluruh jasa kebandarudaraan, namun tidak termasuk ruang udaranya.

Meski menyambut baik LCS, namun Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani menilai tetap ada kekhawatiran yang muncul lewat skema pembiayaan tersebut. Hariyadi pun menyebutkan bahwa investor tetap memerlukan kepastian dari proyek infrastruktur, mengingat tenornya yang berjangka panjang.

“Ada risiko yang membuat investor lebih berhati-hati dalam menentukan skema pembiayaan proyek infrastruktur yang akan dipilih. Akhirnya investor jadi agak takut dengan kepastian hukum, karena bisnis bisa diintervensi di tengah jalan,” ucap Hariyadi pada Mei 2018 lalu.

Sebanyak 17 investor dikabarkan berminat terhadap pembangunan terminal baru di Bandara Hang Nadim, Batam. Setelah dilakukan pengenalan proyek (market sounding), investor yang bakal digandeng untuk mengembangkan terminal baru itu akan dipilih setelah melalui sejumlah tahapan seleksi.

Model pembiayaan untuk terminal di Bandara Hang Nadim sendiri telah direncanakan bakal menggunakan atau skema konsesi aset terbatas. Kendati demikian, prosesnya belum mulai dilakukan karena payung hukum untuk LCS belum ada dan masih digodok oleh pemerintah.

Baca juga artikel terkait PROYEK INFRASTRUKTUR atau tulisan lainnya dari Damianus Andreas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Damianus Andreas
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Dipna Videlia Putsanra