tirto.id - Kasus kekerasan terhadap pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali terjadi pekan lalu, Sabtu (2/2/2019). Dua penyelidik KPK dianiaya di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, saat mengecek informasi soal indikasi korupsi.
Kredibilitas kepolisian dipertaruhkan untuk bisa mengungkap kasus penyerangan terhadap dua penyelidik KPK ini. Sebab, kepolisian tak mampu menuntaskan kasus penyerangan dan teror terhadap KPK yang terjadi beberapa tahun terakhir.
Kasus penyiraman air keras terhadap penyidik senior di KPK Novel Baswedan yang terjadi 11 April 2017 paling menyita perhatian publik. Pelaku tak kunjung terungkap meski Kapolri Tito Karnavian telah membentuk satgas untuk mempercepat penyelesaian kasus tersebut.
Kasus berikutnya adalah pelemparan bom molotov ke kediaman Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif di Kalibata, Jakarta Selatan. Pada hari yang sama, ditemukan tas mencurigakan tergantung di pagar rumah Ketua KPK Agus Rahardjo, di daerah Bekasi, Jawa Barat.
Sama seperti kasus Novel, peneror terhadap dua Pimpinan KPK tersebut belum terungkap.
Kepolisian didesak pelbagai pihak untuk bergegas menuntaskan kasus penganiayaan terhadap penyelidik KPK. Salah satunya dari Wakil Ketua DPR, Fadli Zon, yang menilai kasus penyerangan itu sangat berbahaya bagi upaya penegakan hukum di Indonesia.
"Menurut saya, kan, kita ini harus hormati dong penegak hukum seperti KPK menjalankan tugasnya. Tidak boleh kemudian ada intimidasi, kemudian ada penganiayaan," kata Fadli, Senin (4/2/2019).
Saling Lapor ke Kepolisian
KPK sudah melayangkan laporan mengenai penganiayaan terhadap dua pegawainya ke Polda Metro Jaya tiga hari lalu. Menurut Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, dua penyelidik KPK mengalami retak hidung dan sobekan di wajah akibat penganiayaan yang terjadi di Hotel Borobudur.
Pada sisi lain, Pemprov Papua balik melaporkan KPK ke Polda Metro Jaya atas tuduhan pencemaran nama baik dan pelanggaran UU ITE. Kabag Humas dan Protokol Pemprov Papua, Gilbert Yawkar membenarkan pelaporan tersebut. Namun, ia enggan merinci pelaporan yang dimaksud.
"Iya pencemaran nama baik dan perbuatan tidak menyenangkan," kata Gilbert saat dikonfirmasi reporter Tirto, Selasa (5/2/2019).
Berdasarkan informasi yang diperoleh reporter Tirto, laporan diajukan Alexander Kapisa di Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (4/2/2019). Dari Informasi tersebut, terlapor masih dalam penyelidikan, sementara pelapor adalah Pemprov Papua.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono mengkonfirmasi pelaporan tersebut. Ia menyebut pelaporan dengan nomor LP/716/II/2019/PMJ/Dit.Reskrimsus akan ditindaklanjuti.
Kasus penganiayaan maupun kasus pelaporan dugaan pencemaran nama baik diharapkan bisa ditangani dengan baik oleh polisi. Wakil Koordinator ICW Agus Sunaryanto mengatakan, kasus dugaan penganiayaan seharusnya mudah dibuktikan karena berada di tempat publik serta terjadi di hotel berkelas yang memiliki CCTV.
"Ini kasus sederhana sebenarnya. Ada yang dianiaya, ada CCTV di hotel besar, itu hotel bintang 5 masa enggak ada rekaman kayak gitu," kata Agus saat dihubungi reporter Tirto, Rabu (6/2/2019).
Menurut Agus, pengujian KPK melanggar UU ITE atau tidak juga bisa dibuktikan saat proses penyidikan dugaan penganiayaan kepada pegawai KPK. Penyidik Polri bisa melihat apakah KPK terbukti melanggar UU ITE saat mengambil bukti atau tidak.
Dia melanjutkan, polisi juga bisa menyinggung prosedur administrasi kedua penyelidik KPK saat mengambil data di Hotel Borobudur sebelum penganiayaan.
"Kan, juga harus dibuktikan apakah penganiayaan itu instruksi atasannya di pemprov atau bukan, jadi proses harus tetap berjalan saja," kata Agus.
Agus juga berharap KPK tidak gentar dalam menyelidiki dugaan korupsi meski ada insiden penganiayaan maupun pelaporan yang dilakukan Pemprov Papua. Kerja KPK dalam mencari bukti jangan terganggu meski mendapat berbagai tekanan
"Saya harap KPK tetap bertindak secara objektif, [untuk] menunjukkan kalau memang ada indikasi korupsi yang kuat, alat bukti yang cukup, ya jangan khawatir, jangan takut-takut untuk menaikkan tersangka terlepas ada pelaporan balik atau tidak," tegas Agus.
Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang, memastikan pengusutan dugaan tindak pidana korupsi tetap berjalan meski mendapat tekanan. Selain itu, KPK juga tengah mengkaji peluang penerapan Pasal 21 UU Tipikor atau pidana terkait upaya menghalangi penyidikan di kasus ini.
"Itu perdebatan. Nanti pelajari dulu, ya sejauh apa ini pasal 21 [UU Tipikor] apa bisa on untuk kasus tersebut," kata Saut saat dikonfirmasi reporter Tirto, Senin (4/2/2019).
Saut optimistis pelaku penganiayaan bisa ditemukan. Sebab, wajah pelaku terlihat jelas oleh dua petugas KPK walau masih harus diperkuat dengan bukti lain.
Penulis: Gilang Ramadhan
Editor: Mufti Sholih