tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan tiga orang tersangka yang belum diungkap identitasnya dalam kasus dugaan korupsi pengadaan Alat Perlindungan Diri (APD) di Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang menggunakan dana siap pakai Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) 2020.
Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, menyebut dugaan kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp300 miliar.
"Penyidikan perkara ini bergulir sejak September 2023, KPK telah menetapkan tiga tersangka dengan dugaan kerugian negara sebesar 300 miliar rupiah," kata Tessa kepada wartawan, Rabu (3/7/2024).
Selain itu, Tessa mengatakan KPK telah menyita aset bangunan berupa 6 rumah dan 2 unit apartemen dari ketiga tersangka tersebut.
"Milik ketiga tersangka yang berada di wilayah Jabodetabek dengan taksiran total harga, untuk kedelapan aset tersebut sebesar kurang lebih 30 miliar rupiah," ucap Tessa.
Selain aset bangunan, KPK juga menyita uang tunai dari para tersangka dan rekan bisnisnya sebesar Rp540.200.000 dan sejumlah barang.
Barang tersebut adalah robot pembasmi virus Covid-19 seharga Rp500 juta, 10 Face Recognition Access Control Terminal senilai total Rp350 juta, 3 unit kendaraan roda empat dan 1 unit kendaraan roda dua.
"Penyidik KPK sampai saat ini masih terus menelusuri aset-aset lainnya yang diduga berasal dari dugaan tindak pidana korupsi perkara tersebut," ujar Tessa.
"KPK berharap laporan dari masyarakat dan kerja sama dari para pihak untuk kelancaran pengungkapan perkara tersebut," tambahnya.
Sebelumnya, KPK telah memeriksa mantan Kepala Pusat Krisis Kemenkes, Budi Sylvana, sebagai saksi kasus dugaan korupsi pengadaan APD di Kemenkes yang terjadi pada 2020, pada Rabu (26/6/2024) lalu.
Selain itu, tim penyidik KPK hari ini turut memeriksa Direktur Utama PT Energi Kita Indonesia, Satrio Wibowo, sebagai saksi dalam perkara yang sama.
Usai diperiksa, Budi mengaku dia hannyalah pejabat pembuat komitmen (PPK) pengganti dalam perkara ini dan bukan orang yang menentukan harga beli APD. Menurutnya, proses penentuan harga APD dilakukan oleh pihak BNPB.
Ia menambahkan, kasus ini berawal dari ketidakwajaran harga pembelian APD hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Penulis: Auliya Umayna Andani
Editor: Irfan Teguh Pribadi