tirto.id - Sidang praperadilan kasus Setya Novanto hari ini menjadwalkan jawaban dari pihak biro hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menjawab permohonan dari termohon, yakni kuasa hukum Setya Novanto. Dalam jawabannya, komisi antirasuah secara tegas mengatakan bahwa tidak ada alasan untuk menghentikan proses hukum ataupun menghapus status tersangka pada Ketua DPR tersebut.
Salah satu yang disoroti oleh Kepala Biro Hukum KPK, Setiadi adalah soal dalil dari kuasa hukum Novanto terkait ne bis in idem (seseorang tidak boleh dituntut dua kali). Kuasa hukum Novanto pada saat pembacaan permohonan menyatakan bahwa Ketua DPR itu tidak bisa diadili lebih dari satu kali atas satu perbuatan kalau sudah ada keputusan yang menghukum atau membebaskannya.
Namun, KPK menyangkal dalil tersebut. Dalam jawabannya, KPK merujuk pada Pasal 76 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang menyatakan bahwa ne bis in idem atau seorang tersangka kebal dari tuntutan yang sama hanya berlaku bagi putusan hakim yang sudah memiliki kekuatan hukum tetap alias incracht atau tidak bisa diganggu gugat lagi.
“Ahli hukum menyatakan ada ne bis in idem. Dalam praperadilan itu tidak ada. Itu hanya berlaku perkara yang sudah incracht,” kata Setiadi, Jumat (8/12/2017).
Menurut Setiadi, jawaban tersebut sudah sesuai dengan janji bahwa penyelidikan dan penyidikan KPK didasari pada hukum yang berlaku, utamanya pada Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Hal ini juga ditambah dengan beberapa putusan dari kasus praperadilan yang sudah dimenangkan oleh KPK.
“Kami sudah sampaikan dan sudah kami catat di dalam jawaban ada kurang lebih 40 putusan praperadilan dimana KPK dibenarkan dalam tindak pidana korupsi,” terangnya lagi.
Sebelumnya, kuasa hukum Novanto, Ketut Mulya Arsana menyebutkan bahwa dalam praperadilan kali ini pihaknya mengambil analogi dari ne bis in idem. Ketentuan ne bis in idem bukan hanya ada di KUHP, tapi juga di Undang-Undang Mahkamah Konstitusi. Menurut Ketut, ne bis in idem bukan hanya berlaku perdata, tapi juga secara umum.
“Itu ada. Jadi tidak boleh dipermasalahkan dua kali dengan permasalahan yang sama, jika permasalahan itu sudah diputus oleh peradilan,” katanya, Kamis (7/12/2017) kemarin.
Sedangkan peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo menegaskan, dalam sistem praperadilan, perkara yang sama tetap bisa dituduhkan kepada seseorang yang pernah dipersangkakan –bila permohonan dikabulkan. Menurutnya, kasus tidak serta merta gugur, tetapi hanya status tersangka yang bersangkutan yang dihilangkan.
“Ya kalau kalah praperadilan, (KPK) tinggal menetapkan lagi dengan 2 alat bukti yang baru,” katanya ketika dihubungi Tirto kemarin.
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Abdul Aziz