tirto.id - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) berkoordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membahas eksekusi penyitaan oleh negara terhadap lahan milik mendiang Darianus Lungguk Sitorus (DL Sitorus).
Untuk pembahasan tersebut, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mendatangi gedung KPK pada Senin (19/2/2018).
Menteri Siti Nurbaya menyatakan pihaknya sedang menyiapkan sejumlah langkah untuk mengambil alih aset negara yang sampai sekarang masih dikuasai oleh keluarga DL Sitorus. Dia menargetkan KLHK dapat mengeksekusi lahan milik DL Sitorus sebelum pertengahan tahun 2018.
"KLHK sudah bisa berlanjut kepada langkah-langkah berikut untuk penyelamatan aset negara berupa kawasan hutan produksi yang sekarang ditanami sawit seluas 47 ribu hektare," kata dia pada hari ini.
Sementara itu, Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif menjelaskan posisi pemerintah di kasus ini sudah jelas, yakni berhak segera mengeksekusi lahan milik DL Sitorus.
"Khusus kasus Padang Lawas itu sebenarnya pemerintah sudah menang. Dari putusan MA, jelas dikatakan kelapa sawitnya dan seluruh asetnya dikembalikan kepada negara. Tetapi sampai hari ini pemerintah belum berhasil mengeksekusi itu,” kata Syarif di gedung KPK, Jakarta pada hari ini.
Menurut dia, KLHK juga sudah mengajukan lagi gugatan baru agar bisa segera mengeksekusi lahan milik DL Sitorus. Sidang praperadilan atas gugatan itu juga sudah ditolak baru-baru ini.
"Kenapa (kasus) ini penting? Karena ini menyelamatkan perekonomian negara. Selama ini sudah dinikmati perorangan dan tidak pernah dinikmati oleh negara. Walaupun putusannya sudah lebih dari 10 tahun. Ini agak aneh sebenarnya," kata Syarif.
Oleh karena itu, menurut dia, KPK mengharapkan semua pemangku kepentingan dapat bekerja sama membantu KLHK untuk menyelesaikan eksekusi lahan milik DL Sitorus itu dalam waktu sesingkat-singkatnya.
Syarif mencatat lahan milik DL Sitorus itu berupa perkebuan sawit seluas 47 ribu hektare di Padang Lawas, Sumatera Utara. "Bayangkan saja, dari 47 ribu hektare, itu hampir sama dengan Jakarta luasnya. Itulah aset yang dikuasai orang perorang," kata Syarif.
Syarif pun menegaskan bahwa proses eksekusi lahan itu tidak ada hubungannya dengan sudah meninggalnya DL Sitorus.
"Kasus itu sudah inkracht (berkekuatan hukum tetap). Jadi tidak ada hubungannya dengan almarhum. Almarhum bahkan sudah menjalankan pidana badannya, pidana kurungan. Yang belum adalah menyerahkan, eksekusi hasilnya dan sekarang masih dikuasai oleh keluarganya," kata dia.
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang menambahkan KPK akan melihat pula sebab eksekusi lahan tersebut belum kunjung dilakukan padahal sudah ada perintah dari pengadilan.
"Oleh sebab itu, kami harus mulai dari awal lagi. Kalau soal eksekusi kan soal siapa yang mengeksekusi, bagaimana dan kenapa tidak dieksekusi, apa sebabnya, sementara pengadilan sudah memerintahkan. Ini kan ada sesuatu yang harus segera kita lihat," kata Saut.
Terkait dengan langkah hukum apa yang akan diambil oleh KPK bersama KLHK, Saut menyatakan banyak solusi untuk menyelesaikannya. "Ada banyak solusi baik litigasi maupun nonlitigasi. Yang jelas, harus ada kepastian," kata Saut.
Pemerintah berhak mengeksekusi lahan milik DL Sitorus berdasarkan putusan kasasi pada 12 Februari 2007.
Pada putusan itu, Mahkamah Agung (MA) memerintahkan lahan perkebunan sawit seluas 23 ribu hektar di Padang Lawas, Sumatera Utara, yang dikuasai oleh KPKS Bukit Harapan dan PT Torganda, disita oleh negara cq Departemen Kehutanan.
Putusan MA itu juga memerintahkan penyitaan lahan lain seluas 24 ribu hektar di kawasan yang sama yang dikuasai oleh KPKS Parsub dan PT Torus Ganda. Sehingga total luas lahan yang harus disita oleh negara adalah 47 ribu hektar.
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Addi M Idhom