tirto.id - Terpidana kasus KTP elektronik Setya Novanto sambangi Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kuningan, Jakarta Selatan (27/08/2018). Kali ini Mantan Ketua DPR RI ini hadir untuk menjalani pemeriksaan sebagai saksi dalam kasus dugaan suap terkait kesepakatan kontrak kerja sama dalam pembangunan PLTU Riau-1.
"Yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka JBK [Johannes B. Kotjo, pemegang saham Blackgold Natural Resources]," kata Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah dalam keterangan tertulisnya (27/08/2018).
Selain memeriksa Setnov, hari ini KPK pun mengagendakan pemeriksaan terhadap anak Setya Novanto, Rheza Herwindo. Rheza diperiksa dalam kapasitasnya sebagai Komisaris PT Skydweller Indonesia Mandiri.
Sama seperti ayahnya, Rheza pun diperiksa sebagai saksi untuk kasus dugaan suap terkait kesepakatan kontrak kerja sama dalam pembangunan PLTU Riau-1. Namun, Rheza diperiksa untuk tersangka Idrus Marham.
Idrus Marham sendiri sebelumnya sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 24 Agustus 2018 lalu. Diduga Idrus bersama-sama dengan salah seorang tersangka Eni Maulani Saragih telah menerima hadiah atau janji dari tersangka lainnya yakni Johannes B. Kotjo selaku pemegang saham PT Blackgold Natural Resources terkait kontrak pembangunan PLTU Riau-1.
"IM [Idrus Marham] diduga bersama-sama EMS [Eni Maulani Saragih] yang merupakan anggota komisi 7 diduga telah menerima hadiah atau janji dari JBK [Johanmes B Kotjo] selaku pemegang saham Blackgold Natural Resources terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau 1," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (24/08/2018).
Total KPK telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus ini. Sebelumnya KPK telah mentersangkakan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih dan Pemegang Saham PT Blackgold Natural Resources Johannes B. Kotjo setelah melakukan operasi tangkap tangan pada Juli 2018 lalu.
KPK telah mengamankan sejumlah barang bukti yang diduga terkait kasus itu, yaitu uang sejumlah Rp500 juta dalam pecahan Rp100 ribu dan dokumen atau tanda terima uang sebesar Rp500 juta tersebut. Diduga, penerimaan uang sebesar Rp500 juta merupakan bagian dari komitmen fee 2,5 persen dari nilai proyek yang akan diberikan kepada Eni Maulani Saragih dan kawan-kawan terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1.
Penerimaan kali ini merupakan penerimaan keempat dari Johannes kepada Eni dengan nilai total setidak-tidaknya Rp4,8 miliar, yaitu Desember 2017 sebesar Rp2 miliar, Maret 2018 Rp2 miliar, dan 8 Juni 2018 Rp300 juta.
Diduga uang diberikan oleh Johannes Budisutrisno Kotjo kepada Eni Maulani Saragih melalui staf dan keluarga.
Adapun peran Eni adalah untuk memuluskan proses penandatanganan kerja sama terkait pembangunan PLTU Riau-1.
Sebagai pihak yang diduga pemberi Johannes Budisutrisno Kotjo disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sedangkan sebagai pihak yang diduga penerima Eni Maulani Saragih disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 64 ayat (1) ke-1 KUHP.
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Yulaika Ramadhani