Menuju konten utama

KPK Periksa Patrialis Akbar dan Basuki Hariman

KPK kembali memeriksa Patrialis dan Basuki Hariman dalam kasus korupsi suap uji materi UU Nomor 41 Tahun 2014. Mereka akan saling dimintai keterangan soal kasus yang berkaitan dengan aturan impor sapi tersebut.

KPK Periksa Patrialis Akbar dan Basuki Hariman
Mantan Hakim MK Patrialis Akbar bersiap menjalani pemeriksaan perdana di gedung Merah Putih, KPK, Jakarta, Rabu (1/3). KPK memeriksa Patrialis Akbar sebagai saksi kasus suap terkait permohonan uji materi Undang Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan dengan tersangka Basuki Hariman. ANTARA FOTO/Reno Esnir.

tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu (1/3/2017) menjadwalkan pemeriksaan terhadap dua tersangka dalam kasus dugaan korupsi suap terkait uji materi Perkara No 129/PUU-XIII/2015 UU Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan Dan Kesehatan Hewan.

Satu tersangka dalam kasus ini, mantan Hakim Mahkamah Konstitusi Patrialis Akbar diperiksa sebagai saksi atas tersangka lain, Basuki Hariman, Pimpinan CV Sumber Laut Perkasa.

"Yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Basuki Hariman," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Rabu (1/3).

Sebaliknya Basuki Hariman akan menjadi saksi untuk Patrialis Akbar.

Selain kedua tersangka, KPK akan memeriksa Wiryo Darsono dari pihak swasta sebagai saksi untuk Basuki Hariman.

Kasus ini bermula dari pengajuan Uji Perkara Nomor 129/PUU-XIII/2015 UU Nomor 41 Tahun 2014 Peternakan Dan Kesehatan Hewan. Uji materi itu diajukan oleh enam pemohon yakni Teguh Boediayana, Mangku Sitepu, Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI), Gun Gun Muhammad Lutfhi Nugraha, Asnawi dan Rachmat Pambudi.

Basuki Hariman sendiri tidak termasuk pihak yang mengajukan permohonan uji materi.

Meski demikian, KPK menduga ada indikasi Basuki Hariman memiliki kepentingan bisnis terkait dengan putusan uji materi tersebut.

"Kami akan dalami apakah Basuki Hariman hanya menumpangi proses yang sedang berjalan atau memang ada komunikasi dan koordinasi sebelumnya. Saya rasa ini penting menjadi konsen bagi KPK juga," ujar Febri pada Senin (6/2).

Dalam UU Nomor 41 Tahun 2014 Peternakan Dan Kesehatan Hewan itu, pemerintah mengatur ketentuan tentang impor daging dan produk olahannya berdasarkan dua sistem yakni; zona negara (country base) dan zona wilayah (zone base) dalam suatu negara.

Pada sistem zona negara, proses impor bisa dilakukan apabila "seluruh bagian negara (wilayah)" telah dinyatakan bebas dari penyakit ternak dan produk olahannya.

Sedangkan untuk sistem "zona wilayah”, impor tetap bisa dilakukan meskipun “sebagian” wilayah tertentu dalam negara tidak dinyatakan bebas dari penyakit ternak dan produk olahannya.

Oleh karena itu para pemohon mengajukan agar MK melakukan pengujian terhadap pasal 36 C ayat 1, pasal 36 C ayat 3, pasal 36 D ayat 1, dan pasal 36 E ayat 1 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014.

Mereka menyatakan frase“ atau zona dalam suatu negara” dalam pasal-pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945. Dengan kata lain, mereka ingin frase tersebut “dihilangkan”.

Dengan sistem zone base memungkinkan bagi pelaku usaha lain bisa mengimpor ternak atau produk olahan ternak dari negara-negara yang sebenarnya masuk dalam zona berbahaya seperti dari India.

Hal itu berbeda dengan aturan pemerintah sebelumnya yang hanya memberlakukan satu sistem "country based" sebagaimana diatur dalam UU Nomor 18 Tahun 2OO9 sebelum diubah ke dalam UU Nomor 42 Tahun 2014. Dalam sistem itu pemerintah hanya membuka impor dari negara-negara terbebas dari penyakit ternak seperti Australia atau Selandia Baru.

Seperti diwartakan Antara, PT Sumber Laut Perkasa melakukan impor ternak dari Australia.

Selama proses uji materi UU dibahas di MK, KPK menemukan adanya indikasi transaksi suap antara Patrialis dengan PT Sumber Laut Perkasa terkait uji materi UU tersebut.

Dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada 25 Januari 2017, KPK akhirnya menemukan titik terang setelah berhasil menyita draf putusan uji materi UU tersebut dari tangan Kamaludin. KPK menduga Kamaludin adalah perantara Patrialis dan Basuki Hariman. KPK menduga Patrialis telah membocorkan putusan itu sebelum dibacakan oleh MK.

Dalam OTT KPK juga menyita mata uang asing sebesar 20.000 dolar AS dan 200 ribu dolar Singapura dengan nilai perkiraan sekitar Rp2,1 miliar. Uang itu diduga sebagai hadiah dari pihak Basuki kepada Patrialis agar MK mengabulkan uji materi UU Nomor 41 Tahun 2014.

KPK kemudian menetapkan tersangka terhadap Patrialis, Kamaludin, dan Basuki serta Ng Fenny—sekretaris Basuki—pada 26 Januari 2017.

MK sendiri telah memutus uji materi UU Nomor 41 Tahun 2014 pada 7 Februari 2017. Dalam putusannya, MK menolak uji materi pasal 36 C ayat 1, pasal 36 C ayat 3, pasal 36 D ayat 1 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014. MK hanya mengabulkan permohonan pemohon terkait pasal 36 E ayat 1. Pasal itu tidak dihapus melainkan diberlakukan dengan syarat impor dari zona base dilakukan dengan prinsip kehati-hatian.

Baca juga artikel terkait SUAP HAKIM MK atau tulisan lainnya dari Agung DH

tirto.id - Hukum
Reporter: Agung DH
Penulis: Agung DH
Editor: Agung DH