Menuju konten utama

KPK Periksa Ibu Rumah Tangga yang Diduga Perantara Suap PLTU Riau-1

Nur Faizah Ernawati diduga menjadi perantara aliran dana dari salah satu tersangka.

KPK Periksa Ibu Rumah Tangga yang Diduga Perantara Suap PLTU Riau-1
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Basaria Panjaitan didampingi Juru bicara KPK Febri Diansyah, memberikan keterangan kepada wartawan tentang penetapan tersangka baru kasus korupsi di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (10/7/2018). ANTARA FOTO/Reno Esnir

tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Kamis (30/8/2018) hari ini dijadwalkan untuk memeriksa seorang ibu rumah tangga bernama Nur Faizah Ernawati. Namun, Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah mengklarifikasi, Nur telah diperiksa kemarin.

Nur diperiksa untuk memastikan soal informasi yang menyebut dia menjadi perantara yang memberikan uang dari salah satu tersangka dalam kasus dugaan suap dalam perjanjian kerja sama pembangunan PLTU Riau-1.

"Posisi saksi adalah ibu rumah tangga. Penyidik perlu lakukan klarifikasi pada saksi terkait informasi aliran dana dari salah satu tersangka yang diduga mengalir melalui saksi," kata Febri melalui keterangan tertulis yang diterima Tirto Kamis (30/8).

Nur Faizah sudah diperiksa dua kali dalam kasus ini. Pertama ia diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Johannes B Kotjo pada 30 Juli 2018 lalu. Kemarin, Nur diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Idrus Marham.

Dalam kasus ini, KPK telah menjerat tiga orang sebagai tersangka. Mereka adalah wakil ketua Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih, pemegang saham PT Blackgold Natural Resources Johannes B. Kotjo dan yang terbaru ialah Mantan Sekjen Partai Golkar sekaligus Mantan Menteri Sosial Idrus Marham.

KPK telah mengamankan sejumlah barang bukti yang diduga terkait kasus itu, yaitu uang sejumlah Rp500 juta dalam pecahan Rp100 ribu dan dokumen atau tanda terima uang sebesar Rp500 juta tersebut. Diduga, penerimaan uang sebesar Rp500 juta merupakan bagian dari komitmen fee 2,5 persen dari nilai proyek yang akan diberikan kepada Eni Maulani Saragih dan kawan-kawan terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1.

Penerimaan kali ini merupakan penerimaan keempat dari Johannes kepada Eni dengan nilai total setidak-tidaknya Rp4,8 miliar, yaitu Desember 2017 sebesar Rp2 miliar, Maret 2018 Rp2 miliar, dan 8 Juni 2018 Rp300 juta.

Diduga uang diberikan oleh Johannes Budisutrisno Kotjo kepada Eni Maulani Saragih melalui staf dan keluarga.

Adapun peran Eni adalah untuk memuluskan proses penandatanganan kerja sama terkait pembangunan PLTU Riau-1.

Sebagai pihak yang diduga pemberi Johannes Budisutrisno Kotjo disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sedangkan sebagai pihak yang diduga penerima Eni Maulani Saragih disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 64 ayat (1) ke-1 KUHP.

Baca juga artikel terkait KASUS SUAP PLTU RIAU 1 atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie

tirto.id - Hukum
Reporter: Mohammad Bernie
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Dipna Videlia Putsanra