tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kemungkinan tidak bisa melakukan operasi tangkap tangan (OTT) lagi jika Undang-undang KPK hasil revisi berlaku.
Hal itu disampaikan Ketua KPK Agus Rahardjo sembari menanyakan nasib Perppu KPK kepada Menteri Dalam Negeri sekaligus Plt Menteri Hukum dan HAM, Tjahjo Kumolo.
Agus mengutarakan itu saat pidato di depan ratusan perwakilan pemerintah daerah dalam acara Peluncuran Permendagri Nomor 70 Tahun 2019, Jakarta, Selasa (15/10/2019). Tjahjo Kumolo turut hadir dalam acara tersebut.
Dari atas mimbar, Agus mengatakan bila 17 Oktober besok Presiden Joko Widodo tak kunjung menerbitkan Perppu, makan akan berdampak kepada Komisioner KPK.
"Kalau 17 Oktober itu enggak ada Perppu keluar, berarti UU KPK [hasil revisi] yang kemarin efektif [berjalan]. Begitu efektif, itu yang namanya pimpinan KPK yang sekarang duduk menjabat ini sudah bukan penegak hukum lagi," kata Agus.
"Karena UU baru itu jelas, [komisioner] bukan penyidik, bukan penuntut, jadi bukan penegak hukum lagi," tegasnya.
Agus juga menyindir Tjahjo yang berharap tidak ada lagi operasi tangkap tangan (OTT) di periode kedua Presiden Joko Widodo.
"Saya terus terang enggak tahu ke depannya tidak ada OTT itu karena memang kita enggak korupsi atau KPK-nya yang dimatikan. Saya enggak tahu," kata dia.
Undang-Undang KPK hasil revisi yang disahkan dalam sidang paripurna DPR, Selasa (17/9/2019), otomatis berlaku besok, Kamis (17/10/2019), meski belum dinomori dan tanpa tanda tangan Jokowi.
Hal itu diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan [PDF], tepatnya pada Pasal 73 ayat 1 dan ayat 2 yang berbunyi sebagai berikut:
"Dalam hal Rancangan Undang-Undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak ditandatangani oleh Presiden dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak Rancangan Undang-Undang tersebut disetujui bersama, Rancangan Undang-Undang tersebut sah menjadi Undang-Undang dan wajib diundangkan."
Jelang UU KPK hasil revisi berlaku, KPK 'ngebut' dengan menggelar OTT di berbagai daerah. Dalam dua hari berturut-turut ini saja, KPK telah melakukan OTT terhadap sejumlah pejabat dan kepala daerah.
Pertama, KPK menciduk Bupati Indramayu Supendi dugaan suap pada Selasa (15/10/2019) dini hari. Supendi bersama tiga orang lainnya ditetapkan sebagai tersangka.
Dalam operasi itu, KPK menyita uang yang diperkirakan ratusan juta rupiah. Uang itu diduga untuk suap terkait proyek di Dinas PU Kabupaten Indramayu.
"Uang sekitar seratusan juta, sedang dihitung," kata Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah lewat keterangan pers pada Selasa (15/10/2019) pagi.
Pada Selasa (15/10/2019), KPK juga menangkap enam orang dalam operasi tangkap tangan (OTT) di Kalimantan Timur (Kaltim), Selasa (15/10/2019). Rangkaian OTT ini dilakukan di tiga tempat berbeda, yaitu: Samarinda, Bontang, dan Jakarta.
“Enam orang dibawa ke (gedung KPK) Jakarta pagi ini untuk kebutuhan pemeriksaan lebih lanjut. Tadi menggunakan penerbangan pagi,” kata Febri Diansyah di Jakarta, Rabu (16/10/2019).
Selain enam orang itu, KPK terlebih dahulu membawa Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) Wilayah XII Ditjen Bina Marga Kementerian PUPR Refly Rudi Tangkere ke gedung KPK untuk menjalani pemeriksaan. Refly ditangkap KPK di Jakarta, Selasa kemarin.
Selanjutnya KPK menangkap Walikota Medan Dzulmi Eldin dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang digelar pada Selasa (15/10/2019) malam sampai Rabu (16/10/2019) dini hari.
"Ada tim lain yang ditugaskan di Medan. Kepala daerah dibawa pagi ini ke Jakarta," kata Febri Diansyah lewat keterangan tertulis, Rabu (16/10/2019) pagi.
Selain Walikota, KPK pun menangkap 6 orang lainnya. Dalam operasi ini KPK menyita total uang ratusan juta rupiah yang diduga adalah setoran dari kepala dinas.
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Gilang Ramadhan