tirto.id - KPK meyakini kesaksian Irman dan Sugiharto sebagaimana terungkap dalam surat dakwaan kasus e-KTP yang dibacakan pada Sidang di Tipikor, Kamis kemarin, memiliki keabsahan tinggi.
"KPK meyakini bahwa keterangan terdakwa itu bukanlah kebohongan. Karena mereka sudah diangkat sumpah," jelas Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, di Jakarta Jumat, (10/3/2017).
Febri menyebut jika keterangan itu adalah kebenaran. Salah satu indikatornya, karena Irman dan Sugoharto ingin menjadi Justice Collaborator. Untuk itu, setiap keterangan yang diberikan dari kedua terdakwa haruslah sesuai dengan fakta-fakta yang ada.
Febri memastikan kalau keterangan dari Irman dan Soegiharto akan segera dieksekusi oleh KPK. Alasannya, segala hal yang diucapkan dan dituliskan ke berkas dakwaan adalah bukti awal penangan perkara berikutnya.
"Irman dan Sugiharto adalah terdakwa dalam perkara ini. Keterangannya sebagai terdakwa akan menjadi salah satu bukti di persidangan," jelas Febri.
KPK tidak mempermasalahkan pengakuan nama-nama yang membantah menerima aliran dana. Bagi KPK hal itu sesuatu yang baru. Sebab, kata Febri, pihaknya sendiri telah menemukan banyak kasus penolakan keterlibatan, namun setelah diusut lebih dalam ternyata keterangan terdakwa bukan isapan jempol.
"KPK tidak mengejar pengakuan. Dalam banyak penanganan perkara sebelumnya pihak-pihak yang diduga terlibat sering membantah. Hal tersebut bukan hambatan bagi KPK,"ucap Febri.
Namun Febri enggan menyebutkan mekanisme KPK dalam membuktikan keterangan terdakwa itu benar. Febri berdalih bahwa kasus itu telah masuk ke dalam ranah penyidikan KPK yang tidak bisa diungkap ke hadapan umum.
"Itu sudah masuk ke materi penyidikan. Saya tidak bisa jelaskan. Yang jelas saat ini bisa sama-sama pengawas proses persidangannya saja," tutup Febri.
Serupa dengan penjelasan Febri, Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) Universitas Gadjah Mada Zainal Arifin Mochtar juga meyakini keabsahan dari kesaksian Irman dan Sugiharto. Hal tersebut karena Sugiharto dan Irman tidak ingin terjatuh sendiri dalam kasus yang menjeratnya.
"Kalau saya memposisikan sebagai terdakwa. Saya enggak mau jatuh sendiri. Jadi pasti saya akan membongkar siapa saja yang terlibat. Terdakwa tidak ada kepentingan apa-apa lagi. Karir sudah hancur, sudah rugi waktu juga karena berapa tahun mendekam di penjara dan lamanya proses penyidikan menyita waktu dan tenaga," jelas Zainal Arifin Mochtar.
Oleh karena itu, Zainal mengharapkan kepada pimpinan KPK membuktikan komitmen di awal untuk membongkar mata rantai kasus-kasus mangkrak saat kali pertamanya menjabat. Mengingat, dalam perkara ini sudah semakin terang-benerang bagaimana pola pembagian 'jatah preman' di Proyek senilai Rp 5,9 Triliun tersebut.
Perlu diketahui Sugiharto diketahui mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri) sekaligus sebagai pejabat pembuat komitmen di proyek E-KTP. Sementara koleganya, Irman adalah mantan Direktur Informasi Administrasi Dukcapil Kemendagri. Di laporan itu, keduanya mengakui adanya kesaksian pembagian jatah ke pejabat dan pihak perusahaan konsorsium pemenang tender.
Dari persidangan dakwaan kemarin, Sugiharto dan Irman mengungkap bahwa ada tender proyek senilai Rp 5,9 Triliun yang menggunakan dana APBN mengalami kebocoran senilai Rp2,3 Triliun. Dari total kebocoran Rp2,3 Triliun itu dialirkan pejabat legislatif, eksekutif dan pemenang tender proyek E-KTP.
Penulis: Dimeitry Marilyn
Editor: Agung DH