tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengecam keputusan Universitas Negeri Semarang (Unnes) memberikan sanksi kepada Frans Napitu, mahasiswa yang melaporkan dugaan korupsi oleh Rektor Unnes Fathur Rokhman.
Unnes memberikan sanksi berupa pengembalian Frans Napitu kepada orang tuanya dan penundaan seluruh kewajiban Frans sebagai mahasiswa selama enam bulan.
"KPK menyayangkan Rektor Unnes yang telah mengembalikan pembinaan mahasiswanya kepada orangtuanya kembali karena yang bersangkutan telah melaporkan rektornya ke KPK atas dugaan tindak pidana korupsi," ucap Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron melalui keterangannya di Jakarta, Senin (17/11/2020).
Ghufron menilai Frans Napitu mempunyai hak untuk melapor kepada KPK jika mengetahui adanya dugaan tindak pidana korupsi.
Hal tersebut, kata Ghufron, dilindungi oleh hukum sebagaimana Pasal 41 ayat 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Secara jelas menegaskan bahwa masyarakat dapat berperan serta membantu upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi," ujar Ghufron.
Bahkan, lanjut dia, negara telah menyiapkan penghargaan atas pelaksanaan peran serta masyarakat tersebut dengan landasan hukum Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2018 tentang tata cara pelaksanaan peran serta masyarakat dan pemberian penghargaan dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.
"Oleh karena itu, jika ada pihak PNS yang memberikan sanksi atas pelaksanaan hak dan kewajibannya dalam berperan serta dalam pemberantasan korupsi hal tersebut sangat disayangkan," ucap Ghufron.
Sebelumnya, Fakultas Hukum Unnes mengembalikan Frans Napitu kepada orangtuanya untuk mendapat pembinaan moral karakter.
Dekan Fakultas Hukum Unnes Rodiyah di Semarang, Senin (16/11/2020), mengatakan bersamaan dengan keputusan itu, perguruan tinggi itu juga menunda seluruh kewajiban Frans Napitu sebagai mahasiswa Unnes untuk enam bulan ke depan.
"Surat pemberitahuan sudah kami kirimkan kepada orangtua yang bersangkutan melalui PT Pos serta pemberitahuan melalui Whatsapp," kata Rodiyah.
Dalam laporannya ke KPK, Frans Napitu menyebutkan ada beberapa komponen yang berkaitan dengan keuangan/anggaran yang dinilai janggal atau tidak wajar di Unnes sehingga memunculkan dugaan tindak pidana korupsi.
Komponen yang dimaksud adalah keuangan yang bersumber dari mahasiswa maupun luar mahasiswa, baik sebelum dan selama pandemi COVID-19.
Frans Napitu juga menegaskan tindak pidana korupsi menimbulkan kerugian keuangan negara yang dilakukan pada situasi bencana (pandemi COVI-19) dapat dikategorikan sebagai kejahatan berat.
Ancaman hukumannya adalah hukuman mati sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Frans mengatakan pelaporan ke KPK merupakan jalan terakhir, sebelumnya audiensi dan demonstrasi mahasiswa Unnes menemui jalan buntu.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Gilang Ramadhan