tirto.id -
Apalagi menurut Febri Muhajidin sudah menyetujui untuk diperiksa sebagai saksi.
"KPK mengingatkan agar saksi Muhajidin Nur Hasim memenuhi panggilan penyidik dalam perkara suap terkait kerja sama di bidang pelayaran dan gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dengan tersangka BSP dan IND. Apalagi sebelumnya yang bersangkutan telah menyampaikan kesediaan hadir hari ini setelah tidak dapat hadir pada dua panggilan sebelumnya, yaitu 5 dan 15 Juli 2019," kata Febri kepada wartawan, Rabu (17/7/2019).
BSP adalah Bowo Sidik Pangarso dan IND adalah Indung. Keduanya menjadi tersangka karena kasus kasus suap bidang pelayaran antara PT. Pupuk Indonesia Logistik (PILOG) dengan PT. HTK (Humpuss Transportasi Kimia) dan penerimaan lain yang terkait jabatan.
Ia telah mangkir untuk kedua kalinya. Oleh sebab itu KPK menegur Muhajidin. KPK juga mengagendakan pemanggilan ulang untuk Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita terkait perkara yang sama.
Bowo Sidik Pangarso ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pada Kamis (28/3/2019) setelah melakukan operasi tangkap tangan sehari sebelumnya. Dalam operasi itu KPK pun mencokok Indung selaku orang kepercayaan Bowo, dan General Manager Commercial PT Humpuss Transportasi Kimia Asty Winasti sebagai tersangka.
Bowo diduga menerima suap dan gratifikasi sekitar Rp8 miliar. Dari seluruh uang tersebut, Bowo diduga menerima Rp221 juta dan 85,130 dolar Amerika dari Asty.
KPK menduga PT Humpuss meminta bantuan Bowo untuk meloloskan kerja sama pengangkutan untuk distribusi pupuk dari PT Pilog (Pupuk Indonesia Logistik).
Dalam perkembangannya beredar informasi bahwa politikus Golkar itu juga menerima uang dari Direktur Utama PLN Sofyan Basir dan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita.
Dikabarkan, Enggartiasto memberikan uang agar Bowo selaku pimpinan Komisi VI saat itu mengamankan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 16/M-DAG/PER/3/2017 tentang Perdagangan Gula Kristal Rafinasi Melalui Pasar Lelang Komoditas, yang saat itu ditentang sejumlah fraksi.
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Nur Hidayah Perwitasari