tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah Rumah Gubernur Kepulauan Riau (Kepri) Nurdin Basirun. Selain itu, sejumlah tersangka terkait kasus suap Kepri juga digeledah rumahnya.
"KPK melakukan penggeledahan di 5 lokasi, di 3 kota/Kab di Provinsi Kepulauan Riau," kata Juru Bicara Febri Diansyah dalam rilis tertulis pada Selasa (23/7/2019).
Pertama, di Kota Batam, KPK menggeledah Rumah pihak swasta, Kock Meng dan Rumah Pejabat Protokol Gubernur Kepri.
Di Kota Tanjung Pinang, KPK menggeledah Dinas Perhubungan Provinsi Kepri dan Rumah Pribadi tersangka BUH (Budi Hartono), Kepala Bidang Perikanan Tangkap Kepri. Di Kabupaten Karimun, KPK menggeledah Rumah Gubernur Kepri.
"Dari sejumlah lokasi tersebut, KPK mengamankan dokumen-dokumen terkait perizinan. Penggeledahan masih berlangsung, kami harap pihak-pihak di lokasi dapat bersikap kooperatif agar proses hukum ini berjalan dengan baik. Perkembangan kondisi di lokasi akan kami sampaikan lagi," ungkap Febri.
"Penggeledahan ini dilakukan sebagai bagian dari proses Penyidikan dugaan suap terkait perizinan dan dugaan gratifikasi yang diterima oleh Gubernur Kepri," lanjutnya.
Sebelumnya, KPK pun sempat menggeledah rumah dinas Gubernur Kepri. Saat itu, KPK menemukan sejumlah uang dari Rumah Dinas Gubernur Kepulauan Riau Nurdin Basirun.
"Dari 13 tas ransel, kardus, plastik dan paper bag ditemukan uang Rp3,5 Milyar, USD33.200 dan SGD134. 711," kata Febri dalam rilis tertulis pada Jumat (12/7/2019) lalu.
"Uang ditemukan di Kamar Gubernur di Rumah Dinas Gubernur Kepri," sambungnya.
Di sisi lain, Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan menjelaskan, peranan Gubernur Kepri Nurdin Basirun dalam kasus suap terkait prinsip dan izin lokasi reklamasi di sana.
Menurut Basaria, peran Nurdin terkait dengan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K) provinsi yang rencananya dibahas dalam paripurna DPRD.
"Keberadaan perda ini akan menjadi acuan dan dasar hukum pemanfaatan pengelolaan wilayah Kepulauan Riau," kata Basaria di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (11/7/2019).
Terkait dengan itu, beberapa pengusaha mengajukan izin agar bisa diakomodasi dalam RZWP3K Kepri tersebut. Perkiraan ada 11 perusahaan atau pengusaha, salah satunya adalah Abu Bakar.
Untuk memuluskan izinnya, Abu Bakar lantas memberikan sejumlah uang kepada Nurdin. Sejauh ini ada 11 ribu dolar Singapura dan Rp45 juta yang diberikan bertahap.
Nurdin lalu memerintahkan anak buahnya, yaitu Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Pemprov Kepri Edy Sofyan untuk membantu Abu Bakar.
Dalam prosesnya, ada seorang bernama Budi Hartono sebagai Kepala Bidang Perikanan Tangkap DKP Pemprov Kepri memberi tahu Abu Bakar untuk mengakali persoalan lokasi reklamasi.
"Untuk mengakali hal tersebut, BUH (Budi Hartono) memberi tahu ABK, supaya izinnya disetujui, ia harus menyebutkan akan membangun restoran dengan keramba sebagai budi daya ikan di bagian bawahnya. Upaya ini dilakukan agar seolah-olah terlihat seperti fasilitas budi daya," ucap Basaria.
KPK sendiri belum mengetahui apakah Abu Bakar adalah satu-satunya pemberi terkait izin ini. Yang jelas Abu sendiri belum punya perusahaan untuk proyeknya. Abu hanya dikenal dekat dengan Nurdin. Perusahaan yang disebut Nurdin belum terdaftar secara resmi di Ditjen AHU Kemenkumham.
Sebagai pihak yang diduga menerima suap dan gratifikasi, Nurdin disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11, dan Pasal 12 huruf b UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan dua bawahannya, Edy Sofyan Budi, KPK menyangkakan Pasal 12 huruf a atau huruf b UU nomor 20 tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kepada Abu Bakar, KPK menyangkakan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU nomor 20 tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Editor: Dhita Koesno