tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghentikan 36 perkara dalam tahap penyelidikan. Pemberhentian kasus atau SP3 terhitung sejak era kepemimpinan Firli Bahuri.
Plt Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri mengatakan pemberhentian perkara disebabkan oleh tidak terpenuhinya syarat untuk ditingkatkan ke penyidikan.
"Seperti bukti permulaan yang cukup, bukan tindak pidana korupsi dan alasan lain yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum," kata Ali kepada reporter Tirto, Kamis (20/2/2020).
Ali menyatakan perkara-perkara yang dihentikan berasal dari proses penyelidikan yang dimulai sejak 2011, 2013, 2015 hingga 2020.
"Untuk tahun 2020, jenis penyelidikan yang dihentikan cukup beragam, yaitu terkait dugaan korupsi oleh kepala daerah, BUMN, aparat penegak hukum, kementerian/lembaga, dan DPR/DPRD,” kata dia.
Menurut Ali, penghentian perkara dalam tahap penyelidikan merujuk pada Pasal 40 UU KPK No 30 Tahun 2002 yang tidak memperbolehkan KPK menghentikan penyidikan dan penuntutan. Oleh sebab itu, SP3 dilakukan pada tahap penyelidikan.
Meskipun, kata dia, UU 19/2019 tentang KPK memungkinkan secara terbatas untuk KPK bisa menghentikan proses penyidikan dan penuntutan perkara. Namun KPK tetap berhati-hati untuk menangani sebuah perkara.
Dalam Pasal 40 UU No. 19 Tahun 2019 penghentian penyidikan dapat dilakukan jika belum selesai dalam jangka waktu dua tahun.
"Dalam proses penyelidikan lah kecukupan bukti awal diuji sedemikian rupa. Jika bukti cukup dapat ditingkatkan ke penyidikan, namun jika tidak cukup maka wajib dihentikan," ujar Ali.
Ali menambahkan penghentian perkara dalam tahap penyelidikan bukan sesuatu yang baru dilakukan KPK. Ia menyebutkan, data lima tahun terakhir KPK juga pernah menghentikan 162 perkara tahap penyelidikan sejak 2016.
"Hal ini kami uraikan lebih lanjut sesuai dengan prinsip kepastian hukum, keterbukaan dan akuntabilitas pada publik sebagaimana diatur di Pasal 5 UU KPK," kata dia.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Abdul Aziz