Menuju konten utama

KPK Desak Pihak Terkait Untuk Kooperatif Hentikan Reklamasi

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Laode M. Syarif mengatakan bahwa untuk menghentikan proses proyek besar reklamasi di Jakarta, yang ternyata sarat dengan praktik suap, KPK tidak dapat bekerja sendiri dan mendesak semua pihak yang terkait untuk bisa bersinergi dan bekerja sama dalam kasus ini.

KPK Desak Pihak Terkait Untuk Kooperatif Hentikan Reklamasi
Petugas KPK menunjukkan barang bukti yang diperoleh dari operasi tangkap tangan (OTT) terkait dugaan suap DPRD DKI Jakarta disaksikan Ketua KPK Agus Rahardjo (kedua kanan) bersama Wakil Ketua Laode Syarif (kanan) dan Saut Situmorang (kedua kiri) di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (1/4). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

tirto.id - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M. Syarif mengatakan bahwa untuk menghentikan proses proyek besar reklamasi di Jakarta, yang ternyata sarat dengan praktik suap, KPK tidak dapat bekerja sendiri dan mendesak semua pihak yang terkait untuk bisa bersinergi dan bekerja sama dalam kasus ini.

"Reklamasi usulan menyetop itu tentu prematur dibicarakan sekarang, karena proses pengembangan dan bukan hanya kewenangan KPK tapi harus diputuskan pengadilan, berdasarkan studi dan macam-macam lain," kata Laode di Gedung KPK, Jumat, (1/4/2016).

Ia mengatakan bahwa kasus suap dalam proyek reklamasi, yang melibatkan Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta dari Fraksi Gerindra M. Sanusi, tersebut merupakan grand corruption, karena juga melibatkan pihak swasta.

"Perlu kami jelaskan, proyek besar reklamasi sudah banyak diributkan sejak dulu dan diprotes karena dianggap bertentangan UU Lingkungan Hidup, UU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, UU Perikanan, dll, sehingga kebijakan ini tidak tidak sinkron dengan UU di atasnya. KPK sangat menanggap kasus ini sangat penting selama di sini karena ini contoh paripurna tentang bagaimana korporasi mempengaruhi pejabat publik untuk kepentingan yang sempit bukan umum," katanya.

Sebelumnya, pada hari Kamis, sekitar pukul 19.30 WIB, KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap 2 orang yaitu M. Sanusi, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta 2014-2019 dari Fraksi Gerindra, dan Geri, seorang pekerja swasta, pada sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan, setelah Geri menerima uang dari seorang karyawan PT Agung Podomoro Land.

Geri diduga menjadi perantara untuk memberikan uang atau hadiah untuk penyelengara negara yang mewakilinya terkait pembahasan rancangan peraturan daerah (Raperda) tentang rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Provinsi Jakarta 2015-2035, serta raperda tentang rencana kawasan tata ruang kawasan strategis Pantai Jakarta Utara.

Segera setelah menangkap kedua orang tersebut, KPK kemudian mengamankan Trinada, pegawai PT Agung Podomoro Land (APL) di kantornya di kawasan Jakarta Barat dan Berlian, sekretaris direktur PT APL, yang diduga juga berperan sebagai perantara, di rumahnya di daerah Rawamangun, Jakarta Timur.

KPK kemudian menetapkan M. Sanusi dan Trinada sebagai tersangka. Ariesman, yang diduga terlibat dalam kasus tersebut namun tidak masuk dalam OTT, juga ditetapkan sebagai tersangka. Namun, ia menyerahkan diri ke KPK tidak lama setelah ditetapkan sebagai tersangka.

Dalam OTT tersebut, KPK juga berhasil mengamankan sebuah Jaguar dan barang bukti uang sebesar Rp1,14 milyar yang merupakan pemberian kedua kepada Sanusi, setelah sebelumnya ia mendapat Rp1 miliar pada tanggal 28 Maret 2016. (ANT)

"Corporation rules the country banyak terjadi, perusahaan mengatur pemerintah, RAPBD, UU dll dan ini harus dihentikan. Ada kronologis yang tak gampang diungkap, tak gampang menangkap orang," tambah Wakil Ketua KPK Saut Situmorang.

Baca juga artikel terkait AGUNG PODOMORO LAND atau tulisan lainnya

Reporter: Ign. L. Adhi Bhaskara