Menuju konten utama

Bos Agung Sedayu Group Bungkam Usai Diperiksa KPK

Sugiyanto Kusuma, Bos PT Agung Sedayu Grup, menolak untuk bicara seusai diperiksa lebih lanjut oleh KPK. Pemeriksaan Aguan dilakukan KPK untuk mendalami keterlibatannya beserta beberapa pengusaha dan politisi lainnya dalam kasus reklamasi Teluk Jakarta.

Bos Agung Sedayu Group Bungkam Usai Diperiksa KPK
Chairman Agung Sedayu Group Sugianto Kusuma alias Aguan (tengah) menunggu untuk diperiksa di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (17/4). Antara foto/akbar nugroho gumay.

tirto.id - Bos PT Agung Sedayu Group, Sugiyanto Kusuma alias Aguan bungkam usai diperiksa selama enam jam oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Selasa (19/4/2016). Ia diperiksa sebagai saksi dalam penyidikan perkara dugaan tindak pidana pemberian hadiah terkait pembahasan rancangan peraturan daerah (Raperda) Pantai Utara Jakarta.

Saat pertama kali diperiksa lembaga antirasuah pada Rabu (13/4/2016), Aguan juga hanya diam dan berusaha masuk ke mobil putih dengan nomor polisi B 88 IF. Bos PT Agung Sedaya Group itu dijaga sejumlah pengawal dan polisi berseragam.

Menurut Wakil Ketua KPK Saut Situmorang, pemeriksaan Aguan dilakukan untuk mendalami informasi yang sudah diberikan saksi sebelumnya. “Pemeriksaan (Aguan) untuk pendalaman informasi yang sebelumnya diperoleh dari pihak lain,” kata Saut.

Saut menambahkan, KPK pada Senin (18/4/2016) juga sudah memeriksa Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Partai Gerindra M Taufik dan juga Direktur Utama PT Kapuk Naga Indah Nono Sampono yang saat ini juga menjabat sebagai Anggota DPD 2014-2019 dan juga merupakan mantan komandan Pasukan Pengamanan Presiden atau Paspampres.

“Tidak sebatas (mencocokkan dengan) satu nama, akan tetapi terhadap semua yang ditanya-tanya sebelumnya oleh penyidik kan harus di 'recheck' dan 'cross check',” kata Saut.

Sebelumnya, pengacara Sanusi, Irsan mengaku bahwa Aguan pernah mengundang sejumlah pejabat teras DPRD DKI Jakarta ke rumahnya. “Pak Sanusi diajak sama saudaranya Pak MT (Muhamad Taufik, Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta). Di sana dia hanya menjelaskan pada umumnya pembahasan raperda perlu waktu 1,5 bulan selesai hanya itu saja setelah itu dia balik,” kata Irsan pada Senin (18/4/2016).

Pertemuan itu terjadi pada awal Januari 2016 yang juga dihadiri oleh Direktur Utama PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja. “Kebetulan sampai di sana ada Ariesman juga, bertemu di sana tanpa direncanakan,” kata Irsan.

Aguan adalah pimpinan PT Agung Sedayu yang merupakan induk dari PT Kapuk Naga Indah, salah satu dari dua pengembang yang sudah mendapat izin pelaksanaan Reklamasi Teluk Jakarta. Perusahaan lain adalah PT Muara Wisesa Samudera yaitu anak perusahaan Agung Podomoro.

PT Kapuk Naga Indah mendapat jatah reklamasi lima pulau (pulau A, B. C, D, E) dengan luas 1.329 hektare sementara PT Muara Wisesa Samudera mendapat jatah rekalamasi pulau G dengan luas 161 hektare.

Izin pelaksanaan untuk PT Kapuk Naga Indah diterbitkan pada 2012 pada era Gubernur Fauzi Bowo, sedangkan izin pelaksanaan untuk PT Muara Wisesa Samudera diterbitkan oleh Gubernur Basuki Tjahaja Purnama pada Desember 2014.

Pada Senin (18/4/2016), berdasarkan pertemuan antara Menteri Koordinator Bidang Maritim Rizal Ramli, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dan jajaran dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) disepakati untuk menghentikan sementara proyek reklamasi di Teluk Jakarta sampai semua persyaratan, undang-undang dan peraturan dipenuhi oleh pengembang.

Dasar hukum awal pelaksanaan reklamasi adalah terbitnya Keputusan Presiden No 52 tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta yang ditandatangani Presiden Soeharto. Pasal 4 mengatur wewenang dan tanggung jawab rekalamsi pantura (Teluk Jakarta) yang berada pada Gubernur DKI Jakarta.

Namun UU No 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil izin reklamasi berada di Kementerian Kelautan dan Perikanan yang dipertegas dengan terbitnya UU No 1 tahun 2014 tentang Perubahan UU No 27 tahun 2007.

Pemerintah juga sepakat untuk membentuk komite bersama untuk menyelesaikan masalah itu yang diisi oleh para pejabat dari Kementerian Koordinator Bidang Maritim, Kementerian Lingkungan hidup dan Kehutanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Kementerian Dalam Negeri dan Sekretariat Kabinet.

Dalam perkara ini, KPK menetapkan Direktur Utama PT Agung Podomoro Arieswan Widjaja dan Personal Assistant PT APL Trinanda Prihantoro sebagai tersangka pemberi suap sebesar Rp2 miliar kepada Ketua Fraksi Partai Gerindra DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi terkait pembahasan Raperda tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinnsi DKI Jakarta Tahun 2015-2035 dan Raperda Tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.

KPK menyangkakan Sanusi berdasarkan sangkaan pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat 1 KUHP mengenai penyelenggara negara yang patut diduga menerima hadiah dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp1 miliar.

Sedangkan kepada Ariesman Widjaja dan Trinanda Prihantoro disangkakan pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 5 ayat 1 b atau pasal 13 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo pasal 64 ayat 1 KUHP dengan ancaman pidana paling singkat satu tahun dan lama lima tahun ditambah denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta. (ANT)

Baca juga artikel terkait AGUAN

tirto.id - Hukum
Sumber: Antara
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Abdul Aziz