Menuju konten utama

KPK Dalami Keterangan Lima Saksi Kasus Dugaan Suap Patrialis

KPK terus membongkar kasus dugaan suap di MK. Hari ini lembaga antirasuah ini memanggil lima saksi, beberapa di antaranya adalah pemohon uji materiil UU Nomor 41 Tahun 2014 yang jadi biang masalah.

KPK Dalami Keterangan Lima Saksi Kasus Dugaan Suap Patrialis
Hakim Mahkamah Konstitusi Patrialis Akbar tertangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK. ANTARA FOTO/Wahyu Putro

tirto.id - Lembaga antikorupsi KPK pada Senin (6/2/2017) terus membongkar dugaan korupsi suap Hakim Mahkamah Konstitusi Patrialis Akbar terkait uji materiil Perkara No 129/PUU-XIII/2015 tentang UU Nomor 41 Tahun 2014 Peternakan Dan Kesehatan Hewan.

Lembaga antirasuah itu hari ini menjadwalkan pemeriksaan terhadap lima saksi yakni Mangku Sitepu, Eko Basuki Teguh Argo Wibowo, Teguh Boediyana, Pina Tamin dan Dewi Sumartono.

"Ada tiga orang diperiksa untuk tersangka Patrialis Akbar (PAK) dan dua orang untuk tersangka Basuki Hariman (BHR)," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Senin.

Tiga saksi untuk tersangka Patrialis antara lain Mangku Sitepu dari swasta, Eko Basuki Teguh Argo Wibowo sebagai ajudan Patrialis, dan Teguh Boediyana dari pihak swasta.

Dua saksi untuk tersangka Basuki Hariman yakni Pina Tamin dari swasta dan Kumala Dewi Sumartono dari swasta atau bagian keuangan CV Sumber Laut Perkasa.

Febri mengatakan KPK akan terus mendalami indikasi suap tersebut. Salah satunya dengan mendalami proses permohonan uji materiil. "Akan kami lihat lebih jauh apakah memang ada relasi antara pihak pemohon dengan Basuki Hariman (BHR) dan kawan-kawan sebagai pihak pemberi suap tersebut," ujarnya.

Febri menjelaskan khusus untuk saksi Kumala Dewi Sumartono, KPK mengaku menemukan buku catatan keuangan perusahaan dan juga voucher penukaran mata uang asing. "Kami ingin dalami lebih jauh informasi-informasi yang terdapat dari dokumen-dokumen yang sudah kami temukan dan sita itu," ucapnya.

Dalam membongkar kasus ini, KPK telah menetapkan Patrialis sebagai tersangka. Patrialis diduga menerima hadiah dalam bentuk mata uang asing sebesar 20 ribu dolar AS dan 200 ribu dolar Singapura (sekitar Rp2,1 miliar) dari Direktur Utama PT Sumber Laut Perkasa dan PT Impexindo Pratama Basuki Hariman agar permohonan uji materil Perkara No 129/PUU-XIII/2015 tentang UU Nomor 41 Tahun 2014 Peternakan Dan Kesehatan Hewan agar dikabulkan MK.

Perkara No 129/PUU-XIII/2015 itu sendiri diajukan oleh 6 pemohon yaitu Teguh Boediayana, Mangku Sitepu, Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI), Gun Gun Muhammad Lutfhi Nugraha, Asnawi dan Rachmat Pambudi yang merasa dirugikan akibat pemberlakuan zona "base" di Indonesia karena pemberlakuan zona itu mengancam kesehatan ternak, menjadikan sangat bebasnya importasi daging segar yang akan mendesak usaha peternakan sapi lokal, serta tidak tersedianya daging dan susu segar sehat yang selama ini telah dinikmati.

UU itu mengatur bahwa impor daging bisa dilakukan dari negara "Zone Based", di mana impor bisa dilakukan dari negara yang sebenarnya masuk dalam zona merah (berbahaya) hewan ternak bebas dari Penyakit Mulut dan Kuku (PMK), termasuk sapi dari India.

Hal itu berbeda dengan aturan sebelumnya, yakni "country based" yang hanya membuka impor dari negara-negara yang sudah terbebas dari PMK seperti Australia dan Selandia Baru. Australia adalah negara asal sapi impor PT Sumber Laut Perkasa.

Patrialis bersama dengan orang kepercayaannya Kamaludin disangkakan pasal 12 huruf c atau pasal 11 UU No 31/1999 sebagaimana diubah UU No 20/2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama seumur hidup atau 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.

Tersangka pemberi suap adalah Basuki dan sekretarisnya, Ng Fenny, yang disangkakan pasal 6 ayat 1 huruf a atau pasal 13 UU No 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20/2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 dengan ancaman pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun serta denda paling kecil Rp150 juta dan paling banyak Rp750 juta.

Baca juga artikel terkait OTT PATRIALIS AKBAR

tirto.id - Hukum
Sumber: antara
Penulis: Agung DH
Editor: Agung DH