tirto.id - Sekretaris Jenderal DPR Indra Iskandar memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menjalani pemeriksaan pada Kamis (21/3/2019).
Indra diperiksa sebagai saksi kasus suap terkait pengurusan dana perimbangan untuk Kabupaten Pegunungan Arfak, Papua Barat yang melibatkan anggota DPR dari Fraksi PAN, Sukiman sebagai tersangka.
"Pertanyaan tadi sekitar 12 atau 13 pertanyan, tapi saya kira yang lain lebih mengonfirmasi data-data [barang bukti] yang disita KPK, daftar gaji dan penempatan beliau [Sukiman] sebagai komisi XI," kata Indra usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Kamis (21/3/2019).
Indra mengatakan pertanyaan lain dari penyidik ialah soal risalah rapat komisi XI dan Banggar DPR periode 2016-2017. Menurut Indra, penyidik juga mengonfirmasi penerapan Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2015 tentang Kode Etik Dewan.
"Tadi hanya mendalami soal dua pasal itu, pasal 3 dan pasal 4 peraturan dewan nomor 1 tahun 2015 tentang Etika Dewan," kata Indra.
Indra menambahkan penyidik KPK meminta dirinya menyerahkan dokumen slip gaji Sukiman dan SK penempatan politikus PAN itu di Komisi XI. Sampai saat ini, kata dia, Sukiman masih menerima gaji meski sudah menjadi tersangka.
"Sejauh belum ada keputusan presiden menyangkut pemberhentian [anggota DPR], hak anggota dewan tetap kami berikan," ujar Indra.
Dalam kasus ini, KPK sudah menetapkan dua tersangka. Keduanya adalah Sukiman dan Plt Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Pegunungan Arfak Natan Pasomba (NPS).
Sukiman diduga menerima suap Rp2,65 miliar dan 22 ribu dolar AS dari Natan Pasomba. Uang suap itu diberikan kepada Sukiman secara bertahap sejak Juli 2017 hingga April 2018. Duit tersebut baru sebagian dari total suap Rp4,41 miliar yang dijanjikan Natan Pasomba.
Natan menyuap Sukiman agar mengatur penetapan alokasi anggaran dana perimbangan dari APBN-P 2017 dan APBN-P 2018 untuk Kabupaten Pegunungan Arfak, senilai Rp49.915 miliar dan Rp79.9 miliar.
Kasus ini merupakan pengembangan perkara yang menjerat anggota DPR dari Fraksi Demokrat Amin Santono, pegawai Kementerian Keuangan Yaya Purnomo, dan konsultan Eka Kamaludin.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Addi M Idhom