Menuju konten utama

KPK Bisa Tetapkan Permai Group Jadi Tersangka Seperti PT DGI

KPK menilai, salah satu hal yang membuat efek jera adalah menjadikan tersangka perusahaan-perusahaan yang terbukti melakukan tindak korupsi.

KPK Bisa Tetapkan Permai Group Jadi Tersangka Seperti PT DGI
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan (kanan) dan Saut Situmorang melakuan konferensi pers mengenai operasi tangkap tangan (OTT) di gedung KPK, Jakarta, Sabtu (17/6). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A.

tirto.id - Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan tidak memungkiri akan ada korporasi-korporasi lain yang akan menjadi tersangka korupsi usai penetapan PT Duta Graha Indah (DGI) sebagai tersangka korupsi. Hal ini dikemukakan saat KPK disinggung mengenai kemungkinan menjadikan Permai Group, salah satu perusahaan milik terpidana korupsi M. Nazarudin, sebagai tersangka.

"Bisa saja, karena kita memang tahun ini sudah keluar penanganan tata cara corporate, Perma (Peraturan Mahkamah Agung) sudah keluar kemarin Perma 13," kata Basaria, Kamis (27/7/2017).

Basaria menilai, salah satu hal yang membuat efek jera adalah menjadikan tersangka perusahaan-perusahaan korup dengan menindak perusahaan yang menikmati kejahatan korupsi. Ia mengaku, KPK memang sudah menilai ada perusahaan selain PT DGI yang akan ditindak KPK.

Menurut Basaria, dampak yang dialami PT DGI seperti nilai saham yang turun adalah hal yang wajar. Ia menilai, dampak negatif tersebut sebagai konsekuensi logis suatu perusahaan melakukan tindak pidana korupsi. Mereka pun mengingatkan, KPK sudah berhitung baik-baik sebelum menetapkan tersangka suatu perusahaan.

"Makanya ini dua sisi yang berbeda kan kita membuat mentersangkakan suatu korporasi. Kalau nyata sudah ada. Risiko itu harus mereka terima," kata Basaria.

Oleh karena itu, ia berharap, para pengusaha mulai meninggalkan perilaku korupsi. Apalagi, KPK kini mulai memfokuskan penindakan kepada korporasi-korporasi yang diduga melakukan tindak pidana korupsi.

"Kita minta semua korporasi itu harus bersih. Bukan memaksakan KPk untuk tak mentersangkakan mereka, itu terbalik," kata Basaria.

Sebelumnya, KPK menetapkan PT DGI sebagai tersangka korporasi pertama. Perusahaan yang kini berganti nama menjadi PT Nusa Konstruksi Enjiniring (NKE) ini diduga melakukan tindak pidana dalam pekerjaan proyek RS Pendidikan Khusus Penyakit Infeksi dan Pariwisata Universitas Udayana tahun 2009-2011.

"Ada sejumlah pelanggaran yang dilakukan PT DGI," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif dalam konferensi pers di Kuningan, Jakarta, Senin (24/7/2017).

Pelanggaran pertama adalah rekayasa dalam penyusunan harga perkiraan sendiri (HPS). Kedua, rekayasa lelang dengan mengkondisikan PT DGI sebagai pemenang. Kemudian, ada aliran dana dari PT DGI ke pihak tertentu. Keempat, ada pelanggaran berupa aliran uang suap dari perusahaan-perusahaan yang dikelola M Nazaruddin ke Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan panitia lelang.

"Kemudian ada kemahalan dalam satuan harga yang membuat pemerintah harus membayar lebih tinggi," kata Laode.

PT DGI dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 UU Tipikor.

Penetapan tersangka itu mendapat respons dari pengusaha. Ketua Apindo bidang Kebijakan Publik Danang Girindrawardana mengapresiasi langkah KPK menetapkan PT DGI sebagai tersangka korupsi. Mereka mendukung pemberantasan korupsi yang dilakukan kepada korporasi. Akan tetapi, mereka masih berpikir dampak dari penetapan tersangka kepada suatu korporasi.

"Dampak yang kita bayangkan ini kemudian menjadi salah satu yurisprudensi terhadap apapun yang disangka merugikan negara bisa jadi subjek penersangkaan," kata Dana di Hayam Wuruk, Jakarta, Rabu (26/7/2017).

Menurut Dana, penegak hukum perlu aturan yang tegas untuk membedakan tindakan korporasi dan pribadi. Ia mengingatkan, korporasi bertindak karena mereka ingin bisnis mereka maju. Namun, menurutnya, itu akan menjadi polemik apabila kebijakan suatu perusahaan malah menjadi masalah.

Baca juga artikel terkait PT DGI DITETAPKAN SEBAGAI TERSANGKA atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Yuliana Ratnasari