tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mengubah pola pendekatan dalam menangani korupsi yang melibatkan korporasi.
Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang mengatakan, KPK selama ini baru menerapkan pidana korporasi setelah ada perkara masuk tahap akhir penyidikan. Ke depan, kata dia, KPK berencana mulai menerapkan pidana korporasi sejak awal penanganan perkara.
"Selama ini pidana korporasi di ujung penyidikan, ke depan kita akan menggunakan strategi tidak di ujung penyidikan," kata Saut di kantor KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (14/3/2019).
Langkah awal memulai strategi dalam pemidanaan korporasi, KPK akan menguatkan tim penyelidik KPK.
Para penyelidik ini, kata Saut, dinilai mampu melihat potensi pidana korporasi sejak awal, sehingga bisa langsung diselidiki.
Dengan penguatan penyelidik dalam pidana korporasi, Saut berharap penanganan perkara korporasi bisa lebih cepat.
Selain itu, kata dia, komitmen KPK dalam korporasi secara intens bisa membawa perbaikan ekonomi Indonesia.
"Jadi nanti dari awal kita harus sudah mulai menghitung. hitungan kita sudah mulai lihat. kita mau pakai strategi itu nanti," kata dia.
Penerapan pidana korporasi memang mulai menjadi sorotan KPK. Mengawali pemidanaan korporasi terhadap PT DGI dalam sejumlah proyek negara.
KPK juga berhasil membuat perusahaan yang kini bernama PT NKE itu divonis untuk membayar uang pengganti sebesar Rp85,4 miliar dan denda senilai Rp700 juta.
Selain NKE, ada sejumlah korporasi yang dijerat korupsi. Mulai dari PT Tuah Sejati, PT Nindya Karya, PT Tradha hingga PT Merial Esa.
Di antara korporasi itu, PT Tradha ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Zakki Amali