Menuju konten utama

Kebakaran Hutan Berlanjut, Walhi: Kejahatan Korporasi Belum Tuntas

Walhi mengatakan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) masih akan terus terjadi bila akar masalah di daerah konsesi korporasi tak kunjung dituntaskan.

Kebakaran Hutan Berlanjut, Walhi: Kejahatan Korporasi Belum Tuntas
Sejumlah petugas Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Babinsa, dan kepolisian berupaya memadamkan kebakaran hutan dan lahan dekat pemukiman warga, di kecamatan Dumai Barat, kota Dumai, Dumai, Riau, Selasa (12/2/2019). ANTARA FOTO/Aswaddy Hamid.

tirto.id - Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) masih terjadi terutama di wilayah kepulauan Sumatera dan Kalimantan. Manajer Kampanye Pangan, Air, & Ekosistem Esensial, Eksekutif Nasional Walhi, Wahyu A Perdana mengatakan kebakaran hutan masih akan terus terjadi bila akar masalah di daerah konsesi korporasi tak kunjung dituntaskan.

Faktanya, menurut Wahyu, sebagian besar titik panas terjadi di wilayah konsesi korporasi. Setidaknya sepanjang 1-25 Agustus 2018 tercatat 1.155 titik panas di seluruh pulau Sumatera dengan 1.076 diantaranya berada pada kawasan KHG, HT, HA, dan HGU. Lalu 2.423 titik panas di seluruh pulau Kalimantan dengan 1.008 diantaranya berada pada kawasan KHG, HT, HA dan HGU.

"Kami menyebut kejahatan korporasi berdasar fakta yang terjadi sebagian besar titik panas berada pada konsesi korporasi," ucap Wahyu saat dihubungi reporter Tirto pada Rabu (27/2/2019).

Wahyu mengatakan klaim pemerintah bahwa terjadi penurunan drastis Karhutla pada kawasan gambut belum tentu sejalan dengan fakta lapangan. Pasalnya, dari tahun 2017 ke 2018 terjadi peningkatan tajam berupa 346 titik panas menjadi 3.427 titik panas.

Menurut laporan Eksekutif Daerah WALHI Riau, hingga Februari 2019, Kota Dumai di Provinsi Riau telah menetapkan status siaga darurat bencana kabut asap akibat karhutla.

Hal yang sama juga terjadi di Bengkalis Riau yang merupakan dampak dari Pemerintah Provinsi Riau yang abai dengan karhutla dan lemahnya Polda Riau dalam melakukan penegakan hukum. Padahal karhutla yang terjadi sumber apinya berasal dari PT Sumatera Riang Lestari, salah satu perusahaan dengan catatan panjang dugaan kejahatan lingkungan hidup dan kehutanan.

Menurut Wahyu masih maraknya karhutla di wilayah konsesi korporasi ini tak lain disebabkan penegakan hukum yang masih melempem.

Dari sisi penegakan hukum perdata, secara akumulatif dari tahun 2015-2018, KLHK sebenarnya telah mengantongi sejumlah gugatan terhadap korporasi yang berhasil menang di peradilan. Nilai deposit kerugian dan pemulihan lingkungan hidup sebesar Rp16,94 triliun untuk kerugian lingkungan hidup dan Rp1,37 triliun untuk biaya pemulihan. Namun, belum ada satu pun putusan tersebut yang telah dieksekusi.

"Selama akar masalah kebakaran hutan tidak diselesaikan, khususnya pada kawasan konsesi korporasi yang berada pada ekosistem rawa gambut, maka persoalan karhutla akan menjadi persoalan berulang setiap tahunnya," ucap Wahyu.

Padahal di samping kerusakan lingkungan akibat bencana ekologis, menurut Wahyu, masyarakat mengalami kerugian sosial-ekonomi. Bahkan masyarakat turut mengalami beban kesehatan akibat peningkatan penderita ISPA di kawasan terjadinya karhutla.

Baca juga artikel terkait KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Maya Saputri