tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mengeluarkan surat perintah penyidikan (sprindik) kasus dugaan korupsi di Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) yang melibatkan Eddy Hiariej.
"Beberapa waktu lalu gelar perkara sudah dilakukan dan forum sepakat untuk diterbitkan surat perintah penyidikan baru dengan segera," kata Kabag Pemberitaan KPK, Ali Fikri, dalam keterangan resmi, Jumat (5/4/2024).
Menurut Ali, dengan penerbitan sprindik baru ini dipastikan perkara tersebut akan tetap dilanjutkan. Apalagi, banyak harapan dan kritik dari masyarakat yang diterima KPK.
"Substansi materi penyidikan perkara tersebut sama sekali belum pernah diuji di pengadilan Tipikor dan praperadilan beberapa waktu lalu, hanya menguji keabsahan syarat formilnya saja," ungkapnya.
Sebelumnya diberitakan, status tersangka Eddy Hiariej menjadi polemik usai hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Tumpanuli Marbun, menyatakan mengabulkan sebagian gugatan yang diajukan tersangka Helmut Hermawan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Gugatan yang diajukan ini berkaitan dengan cukup atau tidaknya bukti penetapan tersangka Helmut atas kasus dugaan gratifikasi dan suap di lingkup Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).
Atas hal itu, Hakim Tumpanuli Marbun mengatakan, penetapan tersangka Helmut selaku pemberi suap dan gratifikasi terhadap Eddy Hiariej belum cukup bukti.
"Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 Ayat 1 huruf a atau Pasal 5 huruf B atau Pasal 13 Undang-Undang Tipikor adalah tidak sah dan tidak berdasar atas hukum. Oleh karenanya, penetapan a quo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," ujar Tumpanuli di persidangan, Selasa (27/2/2024).
Hakim Tumpanuli mengatakan, penetapan tersangka Helmut karena ditemukannya uang terkait suap kepada Eddy Hiariej terjadi saat proses penerbitan surat perintah penyidikan (sprindik). Padahal, penetapan tersangka harus berdasarkan bukti yang didapat dari proses penyidikan.
"Menimbang bahwa oleh karena penetapan tersangka oleh pemohon dilakukan pada saat menerbitkan sprindik jelas bertentangan dengan Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi dan harus dinyatakan tidak sah," ucap hakim.
KPK kemudian menyatakan tidak akan menghentikan kasus itu, hanya mengevaluasi saja. Sebab, hanya persyaratan formil yang dinyatakan belum dipenuhi dalam sidang gugatan pra peradilan itu.
Penulis: Ayu Mumpuni
Editor: Irfan Teguh Pribadi