Menuju konten utama

KPAI Tuntut Facebook Berantas Konten Peleceh Seksual Anak

KPAI mendesak Facebook dan pengelola media sosial lainnya aktif memberantas konten pornografi anak maupun akun dan grup yang jadi sarana komunikasi para peleceh seksual anak.

KPAI Tuntut Facebook Berantas Konten Peleceh Seksual Anak
Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Asrorun Niam (kedua kiri) bersama Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Susanto (kiri), Perwakilan Kementerian Sosial, Puji Astuti (kedua kanan), dan Kepala Bidang Pemenuhan Hak Anak Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Indonesia, Reza Indragiri Amriel (kanan) memberikan keterangan kepada wartawan usai "case conference'' atas penanganan kasus cyber pornografi pada media sosial "Facebook" di Jakarta, Selasa (21/3/2017). ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga.

tirto.id - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendesak manajemen Facebook bertanggungjawab atas keberadaan grup para peleceh seksual anak di aplikasi media sosial itu, yakni Official Lolly Candy.

Polda Metro Jaya telah menetapkan sejumlah tersangka pengelola grup Facebook yang aktif membagikan konten pornografi dan pelecehan seksual pada anak itu.

Ketua KPAI, Asrorun Niam mendesak Facebook segera menutup Grup Lolly Candy dan sejenisnya yang menjadi ajang para peleceh seksual pada anak saling berkomunikasi dan berbagi konten pornografi anak.

"Harus ada patroli internal untuk memastikan di dalamnya (facebook) terbebas dari hal-hal yang bertentangan dengan hukum (pelecehan seksual pada anak)," kata Niam di Kantor KPAI, Jakarta pada Senin (21/3/2017) sebagaimana dilansir Antara.

Niam menyatakan lembaganya berencana memanggil perwakilan manajemen Facebook di Indonesia untuk membahas pemberantasan konten pelecehan seksual pada anak di media sosial itu. Ia berharap tidak lagi ada pembiaran untuk penyebaran konten yang mengarah ke kejahatan tersebut.

"Itu ada konsekuensi hukum (kalau ada pembiaran). Dalam waktu dekat akan ada pemanggilan secara khusus terhadap facebook untuk berdiskusi, dalam rangka menjalankan perlindungan anak," kata dia.

Niam menyesalkan beredarnya konten negatif lewat media sosial seperti Facebook yang bukan kali ini saja terjadi. Ia mencatat, belum lama ini, juga terbongkar kasus perdagangan anak untuk prostitusi yang dilakukan menggunakan sarana media sosial.

Karena itu KPAI, tak hanya memanggil manajemen Facebook tapi juga pemiliki aplikasi media sosial lain yang memiliki perwakilan di Indonesia.

"Harus ada kesadaran bersama. Kami undang facebook dan penyedia konten sejenis untuk membangun kesadaran kolektif. Enggak bisa facebook, atau twitter menyediakan kemudian lepas tanggung jawab," kata dia.

Menurut Niam, KPAI juga meminta pihak kepolisian menggunakan instrumen hukum yang sudah ada termasuk melaksanakan komitmen Presiden Jokowi yang menjadikan pelecehan seksual pada anak sebagai kejahatan luar biasa dengan adanya Perpu yang diundangkan melalui UU Nomor 17 tahun 2016 tentang Perlindungan Anak.

"Salah satunya lewat kebiri dan hukuman mati yang sudah diatur dalam instrumen itu untuk menjerakan dan upaya perlindungan anak," kata dia.

KPAI juga menyarankan agar Polda Metro Jaya segera mempercepat proses identifikasi para korban pelecehan seksual anak, yang dilakukan oleh pengguna aktif Lolly Candy, sehingga proses pendampingan dan pemulihan kondisinya bisa segera dilakukan.

Adapun Kepala Biro Humas Kementerian Komunikasi dan Informatika, Nur Izza menegaskan penyebaran konten pornografi anak di sosial media termasuk kejahatan luar biasa sebagaimana kesamaan pandangan yang telah disepakati di Perserikatan Bangsa Bangsa. Karena itu, Kemenkominfo juga mendesak pihak Facebook aktif menutup akun maupun grup penyebar konten tersebut.

"Kami selama ini juga intensif komunikasi dengan penyedia konten. Kalau ada yang negatif, dia respons dan selama ini berjalan baik. Sekarang sudah ada 774 ribu lebih situs yang ditutup dan per 2016 ada 3.200 akun twitter,1.300 akun facebook dan instagram, serta 1.100 video youtube yang juga diblok," kata Nur.

Baca juga artikel terkait PEDOFILIA atau tulisan lainnya dari Addi M Idhom

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Addi M Idhom
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Addi M Idhom