tirto.id -
“KPAI akan melakukan pengawasan dan koordinasi dengan Pemerintah Provinsi [pada] Senin, 16 Desember [2019]. Saya akan kabari nanti ya,” ujarnya kepada reporter Tirto pada Sabtu (15/12/2019) malam.
Setidaknya, ujar Susiana, ada tiga hal yang akan diperiksa dan dievaluasi oleh pihak KPAI. Pertama, ialah terkait korban penggusuran, serta kerugian yang mereka terima.
“Kedua, penanganan anak korban terkait pendidikan, tempat tinggal, sarana dan prasarana bagi tumbuh kembang anak,” ujar Susiana.
Selanjutnya, adalah menggali informasi seputar anak yang menjadi korban penggusuran paksa, ataupun kekerasan aparat, seperti trauma yang mereka alami, dan sebagainya. “Untuk memastikan dampak psikologis harus dilakukan assesment terlebih dahulu. Kami akan koordinasikan terkait hal tersebut,” imbuh Susiana.
Penggusuran Tamansari berlangsung pada Kamis (12/12/2019) pagi.
Dalam prosesnya, aparat pun menggunakan pendekatan kekerasan yang dilihat oleh sejumlah anak warga Tamansari.
Penggusuran pun berawal dari rencana Pemerintah Kota Bandung tahun 2017, saat itu Ridwan Kamil wali kotanya, berencana membangun proyek rumah deret di kawasan pemukiman padat tersebut. Ada sebagian warga yang bersedia direlokasi ke Rusunawa Rancacili, lainnya memilih bertahan dan menggugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung.
Sejumlah warga melakukan perlawanan lantaran menganggap penggusuran dilakukan sebelum ada putusan atas sengketa lahan tersebut di Pengadilan Tata Usaha Negara.
Pendamping Hukum warga dari LBH Bandung Rifki Zulfikar mengatakan penggusuran tersebut cacat hukum. Apalagi, katanya, Pemkot Bandung pun tak pernah bisa menunjukkan sertifikat kepemilikan tanah di sana.
Penulis: Fadiyah Alaidrus
Editor: Hendra Friana