Menuju konten utama

KPA Pertanyakan Keseriusan Jokowi Selesaikan Masalah Agraria

Konsorsium Pembaruan Agraria mempertanyakan keseriusan Jokowi dan bawahannya dalam menyelesaikan masalah pertanahan. 

KPA Pertanyakan Keseriusan Jokowi Selesaikan Masalah Agraria
Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria Dewi Kartika bersama Sekertaris Ditjen PSKL Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Apik Karyana dan Staf Khusus Bidang Perhutanan Sosial Perum Perhutani Amas Wijaya memberikan pemaparan dalam diskusi Upaya Percepatan Program Perhutanan Sosial dan Peluncuran Buku Lima Tahun Satu Cerita oleh Tosca Santoso di Jakarta, Selasa (15/1/2019). ANTARA FOTO/Putra Haryo Kurniawan

tirto.id - Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika mempertanyakan keseriusan pemerintahan Joko Widodo dalam membereskan masalah pertanahan.

Dia mencatat rapat terbatas (ratas) yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo pada 3 Mei 2019 lalu memang membahas masalah pertanahan. Namun, kata Dewi, hal itu bukan yang pertama kalinya pada tahun ini.

"Presiden sudah tiga kali dalam tahun 2019 meminta kabinetnya agar mempercepat penyelesaian konflik agraria," kata Dewi dalam diskusi di Komnas HAM, Jakarta Pusat, pada Selasa (14/5/2019).

Namun, Dewi menilai belum ada langkah konkret dan penindaklanjutan dari instansi-instansi terkait untuk mempercepat penyelesaian masalah agraria pada masa pemerintahan Jokowi.

Bahkan, Dewi menilai langkah yang diambil Pemerintah justru semacam paradoks. Sebab, meski kebijakan sudah baik secara konsep, dalam praktiknya banyak izin yang memicu konflik justru lebih cepat keluar.

"Itu paradoks yang membuat kami melihat bahwa [pemerintahan Jokowi] belum serius nih, ratas berkali-kali tapi tidak dijalankan," ujar Dewi.

Dewi menambahkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 86 Tahun 2018 Tentang Reforma Agraria merupakan kebijakan yang baik.

Aturan tersebut, kata dia, menetapkan tanah-tanah untuk program reforma agraria berasal dari HGU bermasalah, lahan terlantar, dan kawasan hutan yang memicu konflik.

Meskipun demikian, menurut Dewi, ketentuan dalam Perpres Nomor 86 Tahun 2018 justru tidak diterapkan secara utuh.

"Reforma agraria akhirnya hanya diterjemahkan sebagai pembagian sertifikat ke masyarakat secara umum yang memang menjadi kewajiban Kementerian ATR. Ia tidak ke arah untuk menyelesaikan konflik agraria yang ada," jelas Dewi.

"Redistribusi tanah yang dijanjikan pada rakyat berjalan sangat lambat," tambahnya.

Baca juga artikel terkait REFORMA AGRARIA atau tulisan lainnya dari Fadiyah Alaidrus

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Fadiyah Alaidrus
Penulis: Fadiyah Alaidrus
Editor: Addi M Idhom