Menuju konten utama

Korupsi Indonesia Capai Rp205 T--Bisa Biayai 871 Km Tol Baru

Kerugian yang diderita Indonesia mencapai Rp205 triliun diakibatkan oleh praktik korupsi dalam kurun waktu 2001-2015. Hal itu diungkapkan oleh spesialis sejarah modern Indonesia asal Inggris Peter Carey dalam suatu konferensi di Yogyakarta.

Korupsi Indonesia Capai Rp205 T--Bisa Biayai 871 Km Tol Baru
Polisi menunjukkan barang bukti tindak pidana korupsi di depan tersangka berinisial Spj (berpenutup wajah) seorang Kepala Desa, di Mapolresta Madiun, Jatim, Selasa (24/2). Menurut hasil penyelidikan polisi, tersangka melakukan tindak pidana korupsi keuangan desa sejak 2012 hingga 2013 dengan kerugian Negara total sebesar Rp 197.687.000. ANTARA FOTO/Siswowidodo.

tirto.id - Indonesia diperkirakan mengalami kerugian sampai Rp205 triliun karena praktik korupsi dalam lima tahun terakhir. Dana sebesar itu diperkirakan cukup untuk membangun jalan tol baru sepanjang 871 kilometer.

Berbicara di International Conference on Southeast Asia Studies (ICSEAS) di Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, ahli sejarah modern Indonesia asal Inggris Peter Carey pada Jumat (14/2/2016) menyampaikan dari Rp205 triliun hanya 11 persen yang bisa kembali melalui peradilan.

"Dari nilai Rp205 triliun itu, hanya 11 persen atau Rp22 triliun yang telah diperoleh kembali melalui proses peradilan," ungkap Peter Carey.

Penulis buku Takdir: Riwayat Pangeran Diponegoro 1785 - 1855 itu menyampaikan nilai yang hilang atau sebesar Rp183 triliun itu cukup untuk membiayai proyek infrastruktur jalan dan jalan tol baru sepanjang 871.

Ia menambahkan korupsi terbesar terjadi di lingkungan pegawai negeri sipil (PNS) dan korporasi.

Pada konferensi itu Carey mengusulkan langkah yang bisa diambil untuk menekan perilaku korupsi adalah dengan memberantas mental permisif korupsi di lingkungan birokrasi, perusahaan serta di masyarakat.

Fenomena ini, menurut Carey, mirip dengan dialami Inggris pada abad ke-18 lalu, yaitu ketika pemerintah berupaya menciptakan kondisi pemerintahan yang efektif namun juga harus menghadapi lembaga negara yang korup.

"Yaitu ketika pemerintah menghadapi lembaga negara yang korup dan berupaya menciptakan kondisi pemerintahan yang efektif dengan melakukan administrasi modern untuk menghindari praktik korupsi," jelas Peter Carey.

Data Korupsi Indonesia Versi ICW

Sementara itu, rilis Indonesia Corruption Watch (ICW) pada Rabu, 24 Februari 2016 menyebutkan total kerugian keuangan negara akibat tindak pidana korupsi sepanjang 2015 saja mencapai Rp31,077 triliun.

Wana memerinci terdapat 550 kasus korupsi yang masuk tahap penyidikan selama 2015, dengan rincian 308 kasus pada semester satu dan 242 kasus pada semester dua.

"Modus penyalahgunaan anggaran sekitar 24 persen atau sebanyak 134 kasus dengan nilai total kerugian negara Rp803,3 miliar," kata Staf Divisi Investigasi ICW Wana Alamsyah kepada Antara.

Modus korupsi terbanyak kedua adalah penggelapan dengan jumlah 107 kasus dengan nilai kerugian negara sebesar Rp412,4 miliar.

Modu ketiga yakni mark up sebanyak 104 kasus dengan kerugian Rp455 miliar dan disusul penyalahgunaan wewenang sebanyak 102 kasus dengan kerugian Rp991,8 miliar.

Wana menuturkan korupsi lebih banyak terjadi di sektor keuangan daerah dengan 105 kasus korupsi dengan kerugian negara sebesar Rp385,5 miliar.

Sedangkan jabatan tersangka yang paling banyak selama 2015 adalah pejabat atau pegawai pemda/kementerian, disusul direktur dan komisaris pegawai swasta, kepala dinas, anggota DPR/DPRD serta kepala desa/lurah dan camat.

Berdasarkan penanganan korupsi oleh aparat penegak hukum, ICW mencatat Kejaksaan menangani sebanyak 369 atau 67,4 persen kasus korupsi dengan total nilai kerugian Rp1,2 triliun, Kepolisian menangani 151 kasus atau 27 persen dengan nilai kerugian negara Rp1,1 triliun serta KPK menangani sebanyak 30 atau sekitar lima persen kasus dengan nilai kerugian negara Rp722,6 miliar.

Baca juga artikel terkait KORUPSI atau tulisan lainnya dari Mutaya Saroh

tirto.id - Hukum
Reporter: Mutaya Saroh
Penulis: Mutaya Saroh
Editor: Agung DH