tirto.id - Korea Selatan mengatakan pada Senin (6/11/2017) bahwa pihaknya telah memasukkan 18 orang Korea Utara dalam daftar hitamnya. Langkah ini dilakukan sebagai bagian dari sanksi sepihaknya yang terbaru untuk merampas aliran uang ke program pengembangan nuklir dan rudal Pyongyang.
Orang-orang di daftar baru ini termasuk kepala dan pejabat peringkat lima bank Korea Utara yang ditempatkan di luar negeri seperti Cina, Rusia dan Libya. Daftar itu diposting di surat kabar resmi pemerintah Seoul.
"Orang-orang tersebut telah bekerja di luar negeri, mewakili bank-bank Korea Utara dan terlibat dalam penyediaan uang yang dibutuhkan untuk mengembangkan senjata pemusnah massal," kata seorang pejabat kementerian luar negeri, seperti dilansir kantor berita Yonhap.
Langkah tersebut dilakukan setelah Korea Utara melakukan uji coba nuklir keenam dan paling kuat pada 3 September lalu. Sanksi ini pun sejalan dengan Resolusi 2375 Dewan Keamanan PBB yang diadopsi beberapa hari kemudian yang sebagian besar berfokus pada pembatasan impor produk minyak Korea Utara.
AS dan negara-negara besar lainnya telah mengumumkan sanksi mereka sendiri terhadap Korea Utara sesuai dengan resolusi Dewan Keamanan PBB
Sanksi terakhir oleh Seoul kemungkinan akan bersifat simbolis karena tidak akan ada dampak praktis, mengingat semua transaksi telah dilarang selama bertahun-tahun antara kedua negara itu. Adapun ke-18 orang tersebut sudah masuk dalam daftar hitam yang diumumkan oleh Departemen Keuangan AS pada September lalu.
Pemerintah masih berharap bahwa sanksi sepihaknya akan membantu menghimpit keuangan Pyongyang yang bisa digunakan untuk memajukan senjata pemusnah massal. Sanksi dari Korea Selatan ini juga memperingatkan lagi pada dunia soal bahaya bertransaksi dengan orang-orang yang masuk daftar hitam itu.
Individu dalam daftar hitam itu termasuk Kang Min, perwakilan dari Korea Daesong Bank di China; Ri Un-song, perwakilan dari Korea United Development Bank di Rusia; dan Ku Ja-hyong, wakil kepala Bank Perdagangan Luar Negeri Republik Rakyat Demokratik Korea.
Sanksi terbaru ini diharapkan dapat mempercepat upaya global untuk menerapkan sanksi yang ada yang telah diadopsi terhadap Korea Utara.
Sanksi sepihak dari Seoul ini diumumkan sehari sebelum Presiden AS Donald Trump tiba di Korea Selatan pada Selasa (7/11/2017) dan tinggal selama dua hari untuk mengadakan pertemuan puncak dengan Presiden Korea Selatan Moon Jae-in.
Korea Utara dan ancaman nuklirnya yang terus berkembang akan menjadi agenda utama dalam perundingan mereka.
Sementara pada Minggu (5/11/2017), Menteri Luar Negeri Korea Selatan Kang Kyung-wha dan rekannya dari AS Rex Tillerson mengadakan diskusi telepon untuk menyempurnakan persiapan pertemuan yang akan datang antara para pemimpin mereka.
Keduanya berharap bahwa pertemuan itu akan menunjukkan aliansi kuat dan menyoroti koordinasi mereka yang erat untuk menyelesaikan jalan buntu nuklir Korea Utara.
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari