tirto.id - Pengacara Publik Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Charlie Albajili mengungkap sulitnya meminta ganti rugi ke Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terkait penggusuran di Petamburan. Sekalipun Pemprov DKI telah dinyatakan kalah di tingkat Kasasi dan harus ganti rugi sebesar Rp 4,7 miliar.
"Memang agak sulit saat tergugatnya adalah negara atau pemerintah dalam hal perdata," kata Charlie kepada reporter Tirto saat ditemui di Kantor LBH Jakarta, pada Rabu (6/2/2019).
Namun, kata Charlie, hal itu berbeda saat pihak yang tergugat adalah perorangan karena bisa dilakukan penyitaan, tetapi hal ini tidak berlaku pada pemerintah. "Ada UU yang tidak memperbolehkan aset negara untuk disita. Banyak kasus yang kemudian sulit untuk mengeksekusinya," jelas Charlie.
Untuk memperkuat argumennya, Charlie merujuk pada Pasal 50 UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Dalam UU tersebut memang dikatakan tidak boleh melakukan penyitaan aset negara. Dengan itu, tantangan selanjutnya adalah keinginan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, untuk menaati keputusan hukum yang ada.
"Tantangannya adalah kehendak dari Gubernur, persoalan mau atau tidak mau untuk menjalankan keputusan ini," tegas Charlie.
Charlie menagih kembali janji Anies untuk memenuhi hak dari warga korban penggusuran di wilayah Petamburan. "Karena jujur saja, dalam kasus ini, kami melihat banyak gubernur-gubernur sebelumnya yang tidak patuh dalam hukum," kata Charlie.
"Mulai dari Foke (Fauzi Bowo), Jokowi, sampai Ahok (Basuki Tjahaja Purnama)" tambahnya.
Keputusan Kasasi Tahun 2005 telah menyatakan bahwa Pemprov DKI kalah atas warga yang menjadi korban penggusuran di Petamburan. Berdasarkan putusan tersebut, Pemprov DKI diwajibkan untuk ganti rugi sebesar Rp 4,7 miliar. Namun hingga kini, uang ganti rugi tersebut belum juga turun.
Warga menuntut ganti rugi tersebut akibat penggusuran yang dilakukan pada tahun 1997. Selama hampir lima tahun setelah penggusuran, pemerintah tidak segera memberikan rusunami atau rusunawa kepada masyarakat.
"Jeda waktu tersebut yang dihitung sebagai kerugian bagi masyarakat," kata Charlie.
Penulis: Fadiyah Alaidrus
Editor: Alexander Haryanto