Menuju konten utama

Koordinasi Buruk, Laporan Warga di Qlue Terabaikan

Jumlah laporan warga di Qlue yang ditindaklanjuti semakin minim. Salah satunya dipicu oleh buruknya koordinasi.

Koordinasi Buruk, Laporan Warga di Qlue Terabaikan
Wagub DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat bergegas seusai menjenguk Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang ditahan di Rutan Cipinang, Jakarta, Selasa (9/5). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

tirto.id -

Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat mengancam akan memberhentikan lurah yang mengabaikan pengaduan warga lewat aplikasi Qlue. Hal itu akan dilakukan setelah mengevaluasi hasil laporan yang masuk terkait tindak lanjut aduan Qlue.

"Kalau dia enggak becus bekerja ya, bisa kami ganti. Aku enggak pernah pecat kok, tapi ganti orang," kata Djarot di Balai Kota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, Kamis (31/8/2017).

Kemarahan Djarot bukan tanpa alasan. Beberapa waktu terakhir, respons terhadap aduan warga dalam aplikasi Qlue memang mengalami penurunan.

Kelurahan Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara menjadi tempat yang paling tinggi pengabaian atas laporan aduan warga dalam aplikasi Qlue. Hingga hari ini, tercatat ada 286 laporan masuk yang belum ditindaklanjuti.

Yoel Sibrani, Lurah Pluit, mengatakan tak tertanganinya aduan-aduan tersebut bukan semata-mata karena lambannya kinerja PPSSU di tingkat kelurahan, melainkan juga karena masalah koordinasi. Salah satunya, adalah koordinasi antara kelurahan dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) lain dalam menangani aduan.

"Misalkan ada jalan rusak, atau trotoar rusak, itu kan tugasnya Bina Marga. Nah di sana kadang ada mis komunikasi," ungkapnya kepada Tirto, Sabtu (2/9/2017).

Belakangan, Dinas Komunikasi dan Informasi (Kominfo) DKI Jakarta mengeluarkan aplikasi baru yang berfungsi membantu para lurah menangani aduan warga, yakni Citizen Relationship Management (CRM). Aplikasi ini mengganti aplikasi sebelumnya yang telah terintegrasi dengan Qlue yakni Cepat Respon Opini Publik (Crop). Dengan CMR, kata Yoel, koordinasi antara kelurahan, kecamatan, SKPD dan UKPD di lingkungan Pemkot memang dapat dipercepat.

Namun tetap saja, masalah yang kemudian muncul adalah banyaknya aduan warga yang tidak sebanding dengan laporan yang ditangani kelurahan. Dalam dua Minggu terakhir misalnya, Pluit baru menindaklanjuti 6% dari total 18 laporan yang dikirimkan warga.

Apalagi, terkadang ada warga yang justru ingin semua aduan ditindaklanjuti oleh SKPD terkait.

"Kita pernah ada masalah kemacetan. Kita merasa namanya wilayah kita, bersama PPSU kita coba menyelesaikan masalah tersebut. Nah, biasanya pelapor itu enggak mau kalau kita yg menyelesaikan kalau bukan Dishub mereka nggak mau. Nah, ini kan jadi salah satu kendala juga sebenarnya kalau untuk perbaikan kan siapa aja bisa turun langsung," ujarnya.

Di sisi lain, kata Yoel, perubahan CROP ke CMR menimbulkan masalah baru yakni tidak sinkronnya data yang ada di Qlue dengan yang ada di Jakarta Smart City. Lantaran itulah, kata dia, peringkat Pluit sebagai Kelurahan terlamban dalam penanganan aruan dalam Qlue tidak sepenuhnya bisa diterima.

Menurutnya, data pemeringkatan di Qlue masih harus disinkronisasi dan dimutakhirkan dengan data yang ada di Jakarta Smart City.

"Yang Qlue ini kan punya swasta. Dulu terintegrasi dengan CROP, kemudian digantikan oleh Diskominfo jadi CMR. Makanya kadang data sinkronisasi Qlue berbeda kan. Berbeda dengan yang ada di (Jakarta) Smart City. Misal proses 20 belum tentu ketarik-nya 20," katanya.

Hal serupa juga dialami oleh Lurah Cengkareng Barat, Boy Raya. Menurutnya, puluhan aduan yang masuk setiap hari tak bisa ditangani langsung oleh PPSU yang ada di kelurahan yang ia tangani.

Sebanyak 70 pasukan oranye yang ada di setiap kelurahan, keluh Boy, tak cukup sigap untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dilaporkan melalui Qlue setiap harinya.

Apalagi, aduan tersebut terkesan mengada-ada seperti iklan liar di tiang-tiang listrik, iklan rokok di warung-warung, ban motor bekas pinggir trotoar. "Ada satu user itu kirim tiga puluh laporan sehari. Ini kan yang kita prioritaskan biasanya sampah di selokan-selokan atau taman dulu," imbuhnya.

Kendati demikian, penanganan aduan di Cengkareng Barat masih cukup baik jika dibandingkan dengan Pluit. Berdasarkan pantauan di aplikasi Qlue, dua Minggu belakangan Cengkareng Barat telah menyelesaikan 52 Persen dari 33 laporan yang diterima warga.

Cengkareng Barat sendiri menempati posisi ketiga penanganan laporan terburuk dengan total 241 aduan yang belum ditangani hingga saat ini. Di atas Cengkareng Barat, masih ada Kelurahan Pademangan Timur yang tidak menindaklanjuti 269 aduan warga hingga saat ini.

Menanggapi banyaknya laporan yang masuk, CEO Qlue Rama Raditya mengatakan bahwa pihaknya telah membatasi aduan warga dalam aplikasi Qlue. Untuk user baru, kata dia, hanya diperbolehkan mengirim maksimal 5 aduan dalam sehari.

Puluhan laporan yang bisa dikirim dalam sehari, hanya dikhususkan untuk user yang berada pada level ambasador.

"Ini bisa 1 tahun baru dapat levelnya , itu bisa 50 kali (laporan) per hari," katanya. "Di zaman Ahok (mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama) lebih parah, sehari ada yang orang enggak ada kerjaan lapor 200 kali."

Baca juga artikel terkait DKI JAKARTA atau tulisan lainnya dari Hendra Friana

tirto.id - Politik
Reporter: Hendra Friana
Penulis: Hendra Friana
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti