Menuju konten utama

Kontroversi Lelang Barang Sitaan KPK Tanpa Izin Tersangka Korupsi

Izin dari tersangka atau terdakwa dinilai tetap harus dimiliki KPK jika ingin menjual barang sitaan.

Kontroversi Lelang Barang Sitaan KPK Tanpa Izin Tersangka Korupsi
Calon peserta lelang mengamati mobil Volkswagen Beetle sitaan KPK hasil tindak pidana korupsi di Gedung KPK lama, Jakarta, Selasa (19/9/2017). ANTARA FOTO/Wahyu Putro A

tirto.id - Menjaga nilai aset barang sitaan para tersangka dan terpidana kasus korupsi tidak lah gampang. Butuh biaya perawatan dan keahlian nilai jual aset agar tidak terlalu tereduksi karena waktu. Persoalan lain, saat aset barang sitaan hendak dilelang KPK mesti membutuhkan izin dari tersangka dan terdakwa kasus korupsi.

Salah satu contohnya, KPK mendatangkan tim dari Harley Davidson untuk merawat empat motor gede yang disita dari Bupati non-aktif Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan, Abdul Latief. Abdul adalah salah satu tersangka korupsi yang hartanya banyak disita KPK. Selain motor gede, ia juga memiliki belasan mobil mewah.

Minimnya anggaran merawat barang sitaan kerap dianggap sebagai sumber persoalan. Pada 2016 lalu misalnya, Rumah Benda Sitaan Negara (Rupbasan) di Solo hanya mendapat anggaran Rp1,2 juta per bulan untuk merawat benda-benda hasil sitaan. Sehingga KPK ingin bekerjasama dengan Mahkamah Agung (MA) untuk menyederhanakan lelang aset sitaan tanpa menunggu izin dari tersangka atau terdakwa korupsi.

Pakar Hukum Pidana dari Universitas Jenderal Soedirman Hibnu Nugroho mengatakan izin dari tersangka atau terdakwa tetap harus dimiliki KPK saat akan melelang barang sitaan. "Harus izin karena kepemilikan masih domain yang bersangkutan. Tidak bisa seenaknya langsung dijual, hargai dong kepemilikan orang," ujar Hibnu kepada Tirto, Selasa (22/3).

Penyandang gelar Guru Besar Hukum Pidana itu mengatakan perawatan maksimal terhadap barang sitaan penting dilakukan. Hal ini bukan saja untuk menjaga nilai barang sitaan tapi juga untuk menghindari kerugian bagi pemilik benda yang disita. Negara tak bisa menjadikan kekurangan dana sebagai alasan tidak merawat barang sitaan

Sekretaris Jendral Transparency International Indonesia (TII) Dadang Trisasongko memandang proses lelang barang sitaan harus dipercepat agar beban anggaran tak membesar. "Yang perlu diantisipasi adalah, bagaimana mekanisme bila barang yang disita tidak terbukti sebagai hasil dari kejahatan, atau bahkan perbuatan pidana yang didakwakan tidak terbukti?" ujar Dadang kepada Tirto.

KPK berencana menjaga nilai aset barang sitaan milik para tersangka dan terpidana kasus korupsi. Untuk mewujudkan rencana itu, KPK menggandeng MA dalam membuat peraturan khusus ihwal penyederhanaan lelang aset sitaan.

Rencana itu terlontar oleh Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif, Jumat (16/3/2018). Menurutnya, prosedur lelang barang sitaan yang berlaku sekarang rumit. KPK ingin melelang barang sitaan tanpa menunggu izin dari tersangka atau terdakwa.

Aturan soal lelang benda sitaan terdapat di Pasal 45 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Beleid itu menjelaskan, lelang bisa dilakukan terhadap benda yang mudah rusak, membahayakan, atau biaya penyimpanannya terlalu tinggi.

Pelelangan bisa dilakukan penyidik atau penuntut umum jika perkara belum masuk ke pengadilan. Selain dilelang, benda sitaan bisa diamankan penyidik atau penuntut dengan kesaksian tersangka atau kuasa hukum.

"Apabila perkara sudah ada di tangan pengadilan, maka benda tersebut dapat diamankan atau dijual yang oleh penuntut umum atas izin hakim yang menyidangkan perkaranya dan disaksikan oleh terdakwa atau kuasanya," bunyi Pasal 45 ayat (1) poin b KUHAP.

Koordinator Unit Pelacakan Aset, Pengelolaan Barang Bukti dan Eksekusi (Labuksi) KPK Irene Putri berkata, wacana penerbitan Peraturan MA (Perma) semata untuk menjaga aset sitaan. Ia membantah KPK terbebani dalam merawat barang sitaan.

“Tidak membebani karena memang dianggarkan. Aset itu kan ada yang untuk pembuktian dan hasil tindak pidana. Perma dibutuhkan untuk memudahkan apgakum [aparat penegak hukum]," ujar Irene.

Ia enggan menjawab ketika ditanya detail rencana penyederhanaan proses lelang. Menurut Irene, wewenang untuk menjelaskan ihwal ini adalah MA karena yang mengeluarkan peraturan.

Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan menuturkan rencana penyederhanaan prosedur lelang akan dijalankan setelah KPK melakukan kajian mendalam. Salah satu tujuan kajian untuk membuktikan apakah lelang barang sitaan memerlukan izin tersangka/terdakwa atau tidak.

Menurutnya, barang sitaan prinsipnya merupakan hak pemerintah. Hak milik barang yang disita ada di tangan tersangka atau terdakwa hingga penegak hukum mengambilnya. "Tapi nanti kajian berikutnya ada hal-hal yang mengatur, seperti [benda] yang sudah terbakar itu sudah ada aturannya. Sangat memerlukan kajian dulu," kata Basaria.

Kepala Biro Hukum dan Humas MA Abdullah mengatakan belum mengetahui perkembangan wacana yang disampaikan KPK.

"Kalau memang baik, ditindaklanjuti. Saya harus klarifikasi dulu idenya sudah disampaikan ke kami atau belum. Besok akan saya konfirmasi," ujar Abdullah.

Baca juga artikel terkait LELANG BARANG SITAAN KPK atau tulisan lainnya dari Lalu Rahadian

tirto.id - Hukum
Reporter: Lalu Rahadian
Penulis: Lalu Rahadian
Editor: Jay Akbar