Menuju konten utama

Kontras Kritik Sikap Pemerintah Terbitkan Perppu Ormas

Kontras menyatakan penerbitan Perppu Ormas merupakan sebuah wujud ketidakmampuan pemerintah dalam rangka menangani Ormas radikal.

Kontras Kritik Sikap Pemerintah Terbitkan Perppu Ormas
Massa dari berbagai ormas islam melakukan aksi unjuk rasa di Bundaran Patung Kuda menolak terbitnya Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan, Jakarta, Selasa (18/7). tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Yati Indriyani menyatakan penerbitan Perppu Ormas No 2 tahun 2017 merupakan sebuah wujud ketidakmampuan pemerintah dalam menjalankan proses yudisial dalam rangka menangani Ormas radikal.

"Saya katakan penerbitan Perppu Ormas memang mengesankan inkapabilitas pemerintah dalam melakukan langkah yudisial dalam menangangi Ormas radikal. Sehingga melakukan by pass lewat Perppu," kata Yati di Kantor YLBHI, Diponegoro, Jakarta Pusat, Rabu (19/7/2017).

Yati pun menduga pemerintah tidak mempunyai bukti kuat untuk melangkah melalui proses hukum dalam membubarkan Ormas radikal, seperti HTI.

"Patut diduga pemerintah tidak mempunyai bukti yang cukup untuk membuktikan pelanggaran yang dilakukan oleh Ormas radikal yang dimaksud di pengadilan," kata Yati.

Hal itu, menurutnya, terlihat dengan dihapusnya proses pengadilan dalam Perppu tersebut yang juga akhirnya meniadakan margin of appreciation secara hukum.

"Prinsip margin of appreciation-nya yang tidak proporsional dan tidak akuntabel, itu juga salah satu bentuk situasi yang memnungkinkan pengabaian demokrasi, ham dan prinsip hukum apabila Perppu ini diimplementasikan," katanya.

Sedangkan, margin tersebut penting untuk membuktikan sebuah Ormas benar-benar bersalah atau tidak, terutama dengan adanya tambahan sanksi pidana. Sebab, menurutnya, salah atau tidaknya suatu Ormas tidak bisa ditentukan sepihak saja oleh pemerintah, melainkan harus diketahui dalam konsensus publik lewat pengadilan.

"Untuk menentukan sanksi pidana harus menjadi konsensus publik dulu bahwa ini tindakan kejahatan. Ini bagaimana kita merumuskan parameter hal apa saja yang bisa dibubarkan oleh pemerintah itu belum clear, sekarang mau memberi pidana. Nah itu kejahatannya di mana? Itu harus jelas jenis kejahatannya apa dan diketahui oleh publik. Itu hanya bisa diketahui dengan mekanisme yudisial di pengadilan," katanya.

Untuk itu, Yati menyebut Perppu ini sebagai sebuah tindakan represif dari pemerintah tidak hanya kepada Ormas radikal, tapi juga ke Ormas lainnya.

"Yang represif itu begini, pemerintah mengambil tindakan entah itu pembubaran, pembatasan tanpa melalui mekanisme yang akuntabel dan tanpa melalui mekanisme yudisial. Kalau tanpa melalui mekanisme yudisial dan mekanisme yang akuntabel itu adalah akan terjadi subjektifitas penguasa yang sangat mungkin terjadi," katanya.

"Jadi kita enggak bisa melihatnya dalam satu cek kosong, tapi kita harus melihatnya dari sisi situasi politik dan dinamika politik yang muncul. Dan karena otoritasnya di penguasa dan tidak ada kontrol, di situlah nilai represifnya. Bukan sekadar lalu bisa bikin lagi," imbuhnya.

Infografik Tunggal profil Ketua HTI Indonesia

Sementara itu, Direktur Eksekutif Imparsial Al Araf menyatakan hanya di Perppu ini tidak ada proses hukum di dalamnya. "UU soal PT misalnya, ini bisa dibubarkan bila melalui pengadilan. UU Parpol ini bisa dibubarkan bila melalui MK, tetap hukum juga," kata Araf di YLBHI, Diponegoro, Jakarta Pusat, Rabu (19/7).

"Bahkan, di UU Ormas tahun 85 soal azas tunggal tidak ada sanki pada anggotanya. Di Perppu ini ada. Bisa Anda nilai sendirilah mana yang lebih represif," imbuhnya.

Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) Kemenkumham, Freddy Harris pada hari ini resmi mengumumkan pembubara HTI. Freddy Harris, menjelaskan, Kemenkumham memiliki kewenangan legal administratif dalam aturan pengesahan perkumpulan atau organisasi kemasyarakatan (ormas).

"Artinya secara administrasi tata negara, perkumpulan/ormas yang memenuhi persyaratan dan telah mengikuti prosedur administrasi yang berlaku akan diberikan Surat Keputusan (SK) pengesahan Badan Hukum," kata Freddy seperti dikutip Antara.

Sebaliknya, bila perkumpulan/ormas tidak mememenuhi syarat administrasi, pihak Kemenkumham tidak akan memberikan SK pengesahan Badan Hukum perkumpulan/ormas tersebut.

"Sedangkan mengenai SK pencabutan Badan Hukum perkumpulan/ormas HTI, hal ini merupakan tindak lanjut atas Perppu Nomor 2 Tahun 2017," kata Freddy Harris.

Ia menegaskan, pencabutan SK HTI telah dilaksanakan pada Rabu, 19 Juli 2017 oleh pemerintah. Dalam hal ini, pemerintah mengatur penindakan dan sanksi kepada ormas melalui Perppu No. 2 Tahun 2017.

Dalam Perppu dijelaskan bahwa tindakan tegas diberikan kepada perkumpulan/ormas yang melakukan upaya atau aktivitas yang tidak sesuai dengan kehidupan ideologi Pancasila dan hukum NKRI.

Baca juga artikel terkait PEMBUBARAN HTI atau tulisan lainnya dari M. Ahsan Ridhoi

tirto.id - Hukum
Reporter: M. Ahsan Ridhoi
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Alexander Haryanto