Menuju konten utama

Kontrak Politik Anies Berbuah Proyek CAP dan Becak yang Kontroversi

Anies Baswedan meresmikan program CAP, buah hasil kontrak politiknya dengan Jaringan Rakyat Miskin Kota.

Kontrak Politik Anies Berbuah Proyek CAP dan Becak yang Kontroversi
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengangkat seorang anak warga setempat saat meninjau Kampung Akuarium, di Jakarta, Senin (27/11/2017). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

tirto.id - "Komitmen kami bergulir, berjalan sampai hari ini, semuanya sesuai rencana. Saya ingin sampaikan bahwa kami berkomitmen untuk bisa menuntaskan [janji]. Kami sedang mengubah Jakarta," kata Anies Baswedan, Gubernur DKI Jakarta, Minggu (14/1).

Penggalan pidato itu Anies sampaikan di hadapan warga, termasuk mereka yang tinggal di wilayah bekas gusuran Kampung Akuarium dan Kampung Kunir Kelurahan Penjaringan, Jakarta Utara, di Taman Waduk Pluit, Jakarta Utara.

Community Action Plan (CAP) sebuah nama program yang Anies resmikan pasca pidatonya. Program ini ditetapkan berada di bawah Dinas Permukiman Rakyat dan Kawasan Permukiman (PRKP).

CAP bukanlah ide yang benar-benar baru. Program ini dikampanyekan oleh United Nations Human Settlements Programme (UN–Habitat), badan PBB yang didirikan pada 1978 untuk pemukiman dan pembangunan perkotaan yang berkelanjutan.

Dalam dokumen resminya, disebutkan bahwa dalam CAP (yang termuat dalam dokumen ditulis community action planning) manusia adalah subjek, bukan objek pembangunan. Oleh karena itu CAP bukan lah blueprint pembangunan, ia adalah proses dimana arahnya akan ditentukan oleh masyarakat sendiri, terutama mereka yang terkena dampak pembangunan.

Ketika meresmikan program CAP, Anies mengenakan kemeja hitam berbalut kaos lengan panjang biru muda yang di bagian belakangnya bertuliskan "Rencana Tindak Komunitas: Rakyat Bagian dari Solusi". Persis di bawah slogan itu tertulis: JRMK, singkatan Jaringan Rakyat Miskin Kota, salah satu pendukung Anies-Sandi di Pilkada lalu.

Sebagaimana logo pada kaos, program ini adalah realisasi kontrak politik yang Anies tanda tangani bersama JRMK pada masa kampanye Pilkada DKI, 8 April tahun lalu.

Anies ingin ia menjadi antitesis dari pimpinan DKI sebelumnya, yang tidak pernah patuh terhadap kontrak politik yang dibuat dengan warga.

"Kata warga, 'Pak Anies jangan blenjani (ingkar) ya...' Enggak-enggak, saya enggak blenjani. Saya mau tunaikan. Saya dengan teman-teman JRMK ada kontrak politiknya." kata Anies di Balai Kota, Jakarta Pusat, Senin (15/1/2018). "Saya janji, saya lunasi," tegasnya.

Sejak Kampanye

Usaha JRMK untuk mempengaruhi kembali kebijakan di Jakarta agar berpihak kepada orang miskin telah dilakukan sejak masa kampanye lalu.

Pada Oktober 2016, JRMK mengundang Anies Baswedan dan Agus Yudhoyono untuk menjajaki visi-misi mereka. Namun ketika itu belum ada pembicaraan soal kontrak politik. Soal ini baru dibicarakan ketika Agus-Sylvi kalah dan menyisakan Anies-Sandi dan Ahok-Djarot pada Pilkada putaran kedua.

Namun ide ini tidak serta merta diterima Anies-Sandi. Pada 8 April, atau 11 hari sebelum masa pencoblosan, warga sudah menetapkan acara seremonial. Sementara kesepakatan soal isi kontrak baru terjadi satu hari sebelum pencoblosan.

Secara garis besar, isi kontrak itu memuat lima poin: penataan perkampungan, legalisasi lahan perkampungan, hunian terjangkau untuk rakyat miskin, izin usaha untuk PKL, dan alih profesi pengayuh becak. Lima poin ini, menurut Anies, "sesuai dengan program kerja" yang akan dilakoninya. Namun isi perjanjian utuh tidak pernah diumbar ke media massa. Lima poin yang disebut di atas hanya penyederhanaan.

Penataan

Pasca Anies resmi menjadi pemenang Pilkada, kontrak politik memang jadi prioritas. Buktinya pada masa kerja tim sinkronisasi—yang diketuai oleh Sudirman Said—perwakilan JRMK beberapa kali diundang untuk rapat bersama menyusun program.

Koordinator JRMK, Eni Rohayati, mengapresiasi keberanian Anies merealisasikan janji tersebut. Menurut dia, setelah kontrak politik diteken dan Anies terpilih sebagai gubernur, banyak kemajuan yang telah dicapai oleh mereka. Misalnya pengaktifan kembali RT/RW yang telah digusur pada era Ahok hingga pembangunan tempat penampungan sementara di tempat bekas gusuran.

Selain itu, JRMK juga bakal mengajukan perubahan tata ruang di DKI yang telah mencaplok wilayah-wilayah kampung menjadi tanah Pemprov. "15 kampung sudah melayangkan keberatan ke Pemprov dan Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang. Kami berharap Perda RT/RW tidak hanya mengakomodasi proyek strategis nasional," ujar Eni.

Elisa Sutanudjaja, Direktur Rujak Center for Urban Studies, yang berpartisipasi aktif dalam pendampingan bersama JRMK, mengatakan bahwa ia telah meminta setiap kampung melakukan pemetaan dan menetapkan apa yang hendak dituju dalam CAP tersebut.

Ia mencontohkan, misalnya, Kampung Akuarium dan Kampung Lodan, Jakarta Utara, telah ditetapkan bakal jadi "kampung wisata". Ada pula Kampung Tongkol yang direncanakan menjadi "kampung penjaga sejarah" lantaran di belakangnya terdapat tembok yang dibangun pada masa kolonial, abad ke-17.

Untuk merealisasikan seluruh mimpi ini, menurut Elisa Pemprov DKI membantu dengan sokongan dana dari APBD. Ini perlu karena proses penataan bakal berlangsung cukup lama: dimulai dengan pembangunan kesadaran warga atas kampung, lalu pemetaan dan perencanaan kampung oleh komunitas, hingga implementasi program.

"Nanti dari rencana komunitas itu akan dimasukkan ke APBD tahun berikutnya untuk dilaksanakan," kata Elisa kepada Tirto, Senin (15/1/2017).

Dijabarkan lebih detail, kata Elisa, proses penataan kampung dibagi menjadi tiga tahap. Pertama adalah Pra-CAP yang merupakan tahap persiapan dan pemetaan kampung; Kedua, lokakarya CAP yang berisi musyawarah dan diskusi seluruh hasil pemetaan; dan terakhir post-CAP atau proses implementasi, yang merupakan realisasi dari kesepakatan yang telah diambil dalam lokakarya.

Untuk merealisasikan tahap pertama, Pemprov DKI telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp9,96 miliar untuk CAP di lebih dari 20 kampung, sebanyak 16 di antaranya diorganisir JRMK yang tersebar di lima kotamadya Jakarta. Untuk tiap kampung, anggaran yang dialokasikan bervariasi mulai dari Rp100-an juta hingga Rp1 miliar.

Kontroversi

Kritik muncul ketika proyek ini baru saja diresmikan. Salah satu poin yang bakal direalisasikan dalam program ini adalah pengaktifan kembali becak yang sudah dilarang sejak beberapa tahun lalu.

Pengamat tata kota dari Universitas Trisakti, Nirwono Joga, mengatakan bahwa wacana membolehkan lagi becak beroperasi adalah kemunduran. "Kalau kebijakan itu diambil, tidak selaras dengan semangat mendorong orang beralih ke transportasi massal," kata Nirwono, dikutip dari Antara, Senin (15/1).

Menurutnya, becak masih bisa hadir di Jakarta selama bukan untuk alat transportasi, tetapi khusus untuk di tempat wisata seperti Kota Tua, Monas, Ancol atau TMII. Ia lalu mencontohkan dengan apa yang ada di luar negeri.

"Di Jerman dan Inggris masih ada lokasi wisata seperti Kota Tua dan Monas, [becak] hanya untuk wisata di dalam," kata dia.

Becak di Jerman bernama Velotaxi, bentuknya futuristik, mirip seperti mobil kecil namun mengandalkan tenaga genjotan kaki.

Bila dilihat sebagai moda transportasi, ada banyak pertimbangan yang membuat becak tidak cocok lagi di ibu kota. "Untuk kondisi sekarang jalan saja tidak cukup, terbukti orang jalan kaki saja susah, sepeda saja sekarang berjibaku [dengan kendaraan bermotor]," ujar Joga.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan bahwa keberadaan becak di Jakarta tidak bisa dihilangkan lantaran adanya kebutuhan masyarakat di kampung-kampung dan pasar tradisional.

"Jadi sekarang itu dalam kenyataannya becak itu ada. Bukan enggak ada becak. Tapi mereka adanya di kampung. Tidak keluar di jalan. Nah kita akan mengatur supaya becak tetap berada di kampung bukan di jalan" ungkap Anies.

Baca juga artikel terkait KONTRAK POLITIK atau tulisan lainnya dari Rio Apinino

tirto.id - Politik
Reporter: Hendra Friana
Penulis: Rio Apinino
Editor: Rio Apinino