Menuju konten utama

Konsumsi dan Investasi Terpuruk, INDEF Ragu Ekonomi RI 2020 Membaik

Institute for Development of Economics and Finance (Indef) memperkirakan tahun 2020, investasi masih akan terpuruk karena perlambatan ekonomi global.

Konsumsi dan Investasi Terpuruk, INDEF Ragu Ekonomi RI 2020 Membaik
Pekerja memisahkan daging ikan tuna saat proses pengolahan ikan di Industri Pengolahan Ikan Tuna di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman, Muara Baru, Jakarta, Senin (28/10/2019). ANTARA FOTO/Galih Pradipta.

tirto.id - Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) memperkirakan tahun 2020, investasi masih akan terpuruk karena perlambatan ekonomi global.

Sementara itu, konsumsi yang menjadi penopang ekonomi juga sama terpuruknya karena situasi dalam negeri sedang gencar-gencarnya menekan daya beli masyarakat. Situasi ini bisa jadi gawat karena dua hal ini adalah kunci menjaga pertumbuhan ekonomi.

“Saya ragu agregat demand bisa 5 persen. Itu maka teman-teman Indef mengatakan (pertumbuhan konsumsi) 4,8-4,9 persen secara agregat,” ucap ekonom senior INDEF Nawir Messi kepada wartawan saat ditemui usai diskusi di Hotel JS Luwansa, Selasa (26/11/2019).

Nawir mengatakan tahun 2020 ada banyak harga mengalami kenaikan seperti salah satunya iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan. Ia mengatakan bila kenaikan harga tahun depan tidak terlalu masif, daya beli masyarakat lebih terjaga dan kemungkinan konsumsi melambat semakin bisa ditekan.

Ia mengatakan pemerintah perlu menjaganya baik itu dengan bantuan sosial maupun proyek infrastruktur yang menjaga daya beli. Namun, hal ini cukup sulit karena ruang APBN 2020 tidak terlalu besar untuk memberi insentif agar konsumsi masyarakat tetap menggeliat.

Hal yang sama terjadi pada investasi. Nawir mengatakan tahun 2020 pemerintah sama sekali tidak bisa mengandalkan investasi apalagi perdagangan internasional mengingat faktor ini mendapat pukulan bertubi-tubi dari perlambatan ekonomi dan perang dagang.

Jika merujuk pada data IMF, negara mitra dagang Indonesia dipastikan mengalami perlambatan di 2020. Cina akan tumbuh di bawah 6 persen, AS di bawah 2 persen, dan Jepang di bawah 1 persen. Otomatis sumbangan pada perdagangan Indonesia dan pertumbuhan ekonomi akan ikut turun.

Lalu INDEF juga mencatat tren investasi mengalami penurunan. Secara nominal nilainya meningkat, tetapi pertumbuhan Penanaman Modal Asing (PMA) masih di 8 persen di bawah target rata-rata 10-11 persen.

“Kita tidak bisa berharap pada perdagangan internasional. Kita juga tidak bisa berharap pada masuknya investasi pada salah satu pendorong pertumbuhan ke depan,” ucap Nawir.

Walaupun pemerintah tengah menggodok omnibus law, Nawir juga tidak mengubah pesimismenya. Ia bilang andaikata pemerintah mulai berjibaku tahun 2020, efek reformasi regulasi baru muncul di ujung 2020 dan baru terasa pertengahan 2021. Akibatnya, tahun 2020, Indonesia tidak akan mengalami pulih (recover).

“2020 saya tidak yakin ada recovery. 2020-2021 itu situasi globalnya demikian,” ucap Nawir.

Direktur Eksekutif INDEF, Tauhid Ahmad pun memastikan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan meleset di angka 4,8 persen dari target pemerintah di kisaran 5,3 persen. Ia menyarankan pemerintah segera merevisi asumsi ekonomi karena tekanan ekonomi cukup besar. Mulai dari kesulitan bayar pajak oleh dunia usaha sampai tekanan kenaikan harga yang dialami masyarakat.

“Itu dasar INDEF dan di luar hitungan matematis, kami mengeluarkan 4,8 persen. Pemerintah perlu bahas ulang asumsi ekonomi,” ucap Tauhid di JS Luwansa.

Baca juga artikel terkait EKONOMI INDONESIA 2020 atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Maya Saputri