tirto.id - Ekonom dari Institute For Development of Economics and Finance (INDEF), Abdul Manan menilai pertumbuhan ekonomi yang dirasakan Indonesia saat ini masih lebih banyak dinikmati oleh orang kaya. Hal itu diketahui dari distribusi kekayaan dan pengeluaran.
Berdasarkan data Lembaga Keuangan Swiss, Credit Suisse, kata Abdul, 1 persen orang terkaya di Indonesia menguasai 46 persen kekayaan di tingkat nasional.
Penyebabnya, orang-orang yang berada di kelompok 1 persen itu menguasai modal, sumber daya alam, hingga akses ke pemerintah dan lembaga keuangan.
Padahal, di saat yang sama pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami peningkatan secara year on year pada kuartal III yaitu dari 5,06 persen di 2017 menjadi 5,17 persen di 2018.
“Ini menunjukkan bahwa memang yang menikmati pertumbuhan ekonomi adalah mereka yang memiliki faktor produksi terutama modal dan akses sumber daya alam,” ucap Abdul ketika dihubungi Tirto pada Kamis (13/12).
Pada distribusi pengeluaran, Abdul menyebutkan, data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) menunjukkan 20 persen penduduk kelas atas atau berpenghasilan tinggi berkontribusi pada 46,60 persen pengeluaran nasional.
Sementara itu, 40 persen penduduk kelas menengah dan 20 persen penduduk kelas bawah masing-masing berkontribusi terhadap 36,93 persen dan 16,47 persen pengeluaran nasional.
Hal ini, kata Abdul, disebabkan karena sebagian besar dunia korporasi besar yang kerap diuntungkan saat harga minyak dunia mengalami kenaikan.
Bila harga minyak dunia naik, produsen dapat dengan mudah menaikan harga sebagai kompensasi penambahan biaya produksi. Sementara bagi penduduk di kelas menengah dan menegah ke bawah akan menerima dampaknya dengan harga jual yang lebih mahal.
“Dari situ kita bisa lihat memang siapa saja yang menikmati pertumbuhan ekonomi tadi ya orang kaya yang bergerak di korporasi. Jadi masyarakat di kelas menengah ke bawah yang tidak bergerak di bidang itu, tidak menikmati naiknya pertumbuhan ekonomi,” ucap Abdul.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Alexander Haryanto