tirto.id -
Ia menyebut, berdasarkan pendataan Tim Solidaritas untuk Nduga dan Tim Relawan Kemanusiaan di Wamena hingga Juni 2019, terdapat setidaknya 139 pengungsi yang meninggal dalam pengungsian di Wamena.
"Banyaknya karena kelaparan," kata Hipolitus saat ditemui di LBH Jakarta, Kamis (18/7/2019).
Hipolitus memaparkan permasalahan utama pengungsi asal Nduga adalah kurangnya makanan.
Ia menunjukan bahwa kebanyakan anak-anak di sana hanya makan satu kali sehari, dengan gizi yang sangat minim.
Dalam salah satu foto yang dipaparkan Hipolitus, menu makanan anak-anak kecil di sana hanyalah nasi dan mie.
"Itulah yang menyebabkan kondisi kesehatan mereka terus menurun," ungkap Hipolitus.
Berdasarķan penelitian Tim Solidaritas untuk Nduga, penyakit yang paling banyak diderita para pengungsi di Wamena tersebut adalah ISPA, anemia, myalgia, diare, serta disentri.
Komisioner Komnas Perempuan Saur Tumiur Situmorang pun menyoroti permasalahan gizi yang dihadapi oleh para ibu dan anak di sana, termasuk minimnya fasilitas kesehatan untuk para pengungsi.
"Kalau bicara perempuan, pasti ada anak-anak juga. Di hutan, kondisi dingin, tanpa ada alat makan, tanpa ada tempat berlindung," kata Saur.
Saur mengungkapkan sejumlah temuan Komnas Perempuan, mulai dari masalah gizi, akses pendidikan, hingga akses kesehatan bagi para pengungsi yang seharusnya difasilitasi oleh pemerintah.
Atas sejumlah masalah yang Komnas Perempuan temui, Saur meminta pemerintah bisa segera merespons masalah-masalah tersebut.
"Bagaimana hak-hak perempuan dan pengungsi perlu segera direspons oleh pemerintah," tegas Saur.
Saur juga meminta agar pemerintah bisa segera menurunkan bantuan, khususnya kebutuhan dasar bagi para pengungsi. Kemudian segera menyediakan layanan kesehatan bagi ibu hamil dan anak-anak.
"Perlu ada pemulihan trauma untuk para perempuan dan anak-anak, ini menjadi tanggung jawab pemerintah sebenarnya," tegas Saur.
Selain itu Saur meminta agar pemerintah bisa segera mendata semua pengungsi dari Wamena di seluruh kabupaten di Papua.
================================
Berita ini telah diperbaharui dengan mengubah judul baru dan meralat nama, Kamis, 19 Juli 2019 pukul 21.33 WIB. Terima kasih.
Penulis: Fadiyah Alaidrus
Editor: Nur Hidayah Perwitasari