tirto.id - Vietnam gagal menjadi negara pertama di Asia Tenggara yang memiliki pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN). Pasalnya, rencana pembangunan dua PLTN yang bekerja sama dengan Rusia dan Jepang itu membutuhkan dana sangat besar, sehingga harus dibatalkan.
Pemerintah Vietnam terpaksa membuang rencana pembangunan PLTN senilai triliunan rupiah akibat lonjakan biaya dua kali lipat menjadi sekitar Rp 242,4 triliun.
Menurut pemerintah setempat, anggaran meroket karena para pengembang mencari teknologi yang lebih canggih, setelah bencana nuklir Fukushima, Jepang pada 2011 lalu.
“Proyek itu kami tangguhkan bukan karena alasan teknologi, tapi karena kondisi ekonomi negara saat ini,” jelas pemerintah di situsnya, seperti dilansir dari Antara, Rabu (23/11/2016).
Padahal, jika Vietnam sedang tidak berkutat dengan lonjakan defisit anggaran negara, dua PLTN di pusat Provinsi Ninh Thuan dapat dibangun. Proyek PLTN yang pertama kali diajukan pada 2009 itu, rencananya memiliki kapasitas gabungan sebesar 4.000 megawatt dan akan dikembangkan dengan bantuan dari perusahaan energi atom Rusia Rosatom dan konsorsium Jepang JINED. Pembangunan yang dijadwalkan mulai di awal 2014 juga sempat ditunda beberapa kali.
“Pemerintah Vietnam sangat mengapresiasi niat baik dan dukungan dari pemerintah Rusia dan Jepang dalam mempersiapkan proyek tersebut. Rusia dan Jepang merupakan partner kunci dan kami pastikan akan mendapat prioritas, jika Vietnam memutuskan untuk membangun PLTN di masa depan,” tutur pemerintah seraya menegaskan pembatalan PLTN tidak mempengaruhi hubungan Vietnam dengan kedua negara itu.
Menanggapi pembatalan proyek, perusahaan Rosatom menyatakan tetap mendukung Vietnam jika nanti akan membangun PLTN. “Kami hargai posisi kostumer kami, dan kami siap untuk mendukung penuh saat Vietnam melanjutkan implementasinya di bidang tenaga nuklir nasional,” kata Rosatom.
Lebih lanjut, pemerintah Vietnam mengatakan akan mengalokasikan dana untuk proyek-proyek infrastruktur lain, seperti impor listrik dan energi terbarukan yang lebih murah, serta mengatasi masalah perubahan iklim.
Sementara itu, aktivis lingkungan juga sudah menyuarakan keprihatinannya tentang penyimpanan limbah nuklir, meski PLTN tidak menghasilkan emisi karbon yang berbahaya.
Penulis: Mutaya Saroh
Editor: Mutaya Saroh