tirto.id - Komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah Tardi mendukung penghapusan frasa persetujuan seks (sexual consent) dalam draf RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Sebab ia khawatirkan akan terjadi penafsiran keliru.
"Kami tanyakan ke perumus frasa, itu dimaksudkan kekerasan terhadap anak. Namun kami berpikir bisa menimbulkan kesalahan penafsiran," ujarnya kepada Tirto, Kamis (18/11/2021).
Dalam draf sebelumnya Pasal 1 ayat (1) tertulis:
Kekerasan Seksual adalah setiap perbuatan yang bersifat fisik dan/atau nonfisik, mengarah kepada tubuh dan/atau fungsi alat reproduksi yang disukai atau tidak disukai secara paksa dengan ancaman, tipu muslihat, atau bujuk rayu yang mempunyai atau tidak mempunyai tujuan tertentu untuk mendapatkan keuntungan yang berakibat penderitaan atau kesengsaraan secara fisik, psikis, seksual, dan kerugian secara ekonomis.
Kemudian ada perubahan, sebagaimana usulan Komnas Perempuan, dengan menghilangkan frasa 'disukai atau tidak disukai'.
"Sementara untuk kekerasan seksual terhadap anak, sudah terlingkupi dalam tipu muslihat, bujukrayu dan seterusnya," ujar Siti.
Lebih lanjut Siti menilai, perlu ditambahkan frasa 'memanfaatkan kerentanan, ketidaksetaraan, atau ketergantuan. "Agar lebih komprehensif menjangkau kelompok rentan," ujarnya.
Sebelumnya Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Willy Aditya juga menegaskan bahwa frasa persetujuan seks tidak ada dalam RUU TPKS. Sehingga membuat RUU TPKS dan Permendikbud 30/2021 tidak sama.
"Kami menyusun RUU ini dengan penuh kecermatan dan berbasis sosio-kultural. Jadi kata kata sexual consent itu tidak ada dalam RUU ini," ujarnya di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Rabu (17/11/2021).
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Nur Hidayah Perwitasari