tirto.id - Pemerintah pusat dan daerah diwajibkan mencegah kekerasan seksual di panti yatim dan panti penyandang disabilitas atau difabel. Hal itu termaktub dalam draf Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) yang dibahas dalam rapat panja penyusunan di Badan Legislasi (Baleg) DPR, Selasa (16/11/2021).
"Sesuai masukan terkait pencegahan kelompok rentan: anak dan disabilitas. Kami masukan panti yatim dan panti penyandang disabilitas," ujar Anggota Tim Ahli Baleg DPR RI Raisah Suarni dalam rapat, Selasa.
Bunyi Pasal 62 ayat (1): pemerintah dan pemerintah daerah wajib menyelenggarakan pencegahan tindak pidana kekerasan seksual.
Ayat (2): pencegahan tindak pidana kekerasan seksual sebagaimana dimaksud ayat (1) diselenggarakan melalui bidang: pendidikan, pelayanan publik, pemerintahan dan tata kelola kelembagaan, ekonomi dan ketenagakekrjaan, sosial dan budaya, teknologi informatika, keagamaan, keluarga.
Ayat (3): pencegahan tindak pidana kekerasan seksual sebagaimana dimaksud ayat 2 dilakukan secara cepat terpadu dan terintergasi pada: situasi konflik, bencana alam, letak geografis wilayah, panti yatim, panti penyandang disabilitas.
Tim Ahli Baleg DPR berharap pemerintah baik pusat dan daerah dapat melakukan kunjungan rutin tidak terjadwal dan membawa tenaga psikolog. Mereka diharapakan mampu mendeteksi indikasi kekerasan seksual di lingkungan panti yatim dan panti penyandang disabilitas. Dengan begitu, pemerintah tidak hanya mengandalkan pemantauan melalui laporan dari pengurus.
"Informasi yang kami terima, tidak pernah ada pengurus panti yang jadi terpidana. Artinya sudah melewati proses peradilan. Semua kasus terhenti begitu saja meski terjadi kekerasa seksual," ujar Raisah.
Untuk teknis pelaksanaan secara rinci, DPR meminta pemerintah mengatur perihal pencegahan kekerasan seksual tersebut dalam peraturan pemerintah dan peraturan presiden.
"Demikian perubahan draf hasil masukan panja sebelumnya," tandas Raisah.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Gilang Ramadhan