tirto.id - Tragedi Paniai terjadi lima tahun lalu, hingga kini belum diusut tuntas meski Komnas HAM menetapkan peristiwa itu sebagai kategori pelanggaran HAM berat.
Penetapan itu berdasar sidang paripurna khusus pada 3 Februari 2020. Komisioner Mediasi Komnas HAM Munafrizal Manan menyatakan kini kesempatan bagi Presiden Joko Widodo untuk menepati janji keadilan berdasarkan skema proses hukum pelanggaran HAM berat.
“Kasus Paniai ini sebetulnya merupakan tindakan yang masih terbuka dan dapat dilaksanakan oleh presiden," ucap dia, Kamis (4/6/2020).
Ada lima upaya yang dapat dilakukan Presiden Jokowi untuk menuntaskan perkara ini, kata Munafrizal.
Pertama, presiden harus memastikan proses penyidikan berjalan dan bekerja secara independen serta profesional sesuai dengan prinsip HAM. Kedua, presiden harus memerintahkan bahwa siapapun yang terkait kasus Paniai agar bersikap kooperatif dan semua dokumen berhubungan dengan itu dibuka.
Ketiga, presiden harus menegaskan siapapun yang mencoba menghalang-halangi proses hukum atas kasus Paniai agar ditindak secara hukum.
Keempat, presiden harus menegaskan bahwa jika sampai batas waktu tertentu tidak ada proses penyidikan dan penuntutan yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung, maka Presiden dapat memerintahkan pembentukan tim penyidik dan penuntut independen sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM yang berisi tokoh-tokoh kredibel.
Kelima, presiden dapat membuat kebijakan negara untuk memperkuat kewenangan Komnas HAM agar lembaga itu melakukan penyidikan dan penuntutan atas kasus pelanggaran HAM.
"Sehingga kepastian hukum atas proses pengungkapan kebenaran dan penegakan keadilan dapat dilakukan," jelas Munafrizal.
Komnas HAM menyerahkan berkas perkara penyelidikan Paniai pertama kali ke Kejaksaan Agung pada 11 Februari 2020. Namun dikembalikan pada 19 Maret lantaran penyidik menilai masih ada kekurangan syarat formal dan material.
Pada 20 Mei 2020, Komnas HAM RI telah menerima pengembalian berkas penyelidikan Paniai untuk kedua kalinya dari Jaksa Agung.
"Pengembalian berkas yang kedua dengan substansi argumentasi yang mirip, merupakan sinyal kuat kasus Paniai akan mengalami nasib sama dengan kasus pelanggaran berat HAM lainnya," ujar Munafrizal.
Kasus Paniai maupun kasus pelanggaran HAM lainnya yang belum rampung, ia anggap berpotensi mengarah menjadi impunitas dan menjadi utang keadilan bagi Indonesia.
Presiden Joko Widodo menyambangi Papua pada 27 Desember 2014. Ia menginginkan kasus Paniai dituntaskan secepatnya, agar tidak menjadi api dalam sekam.
"Saya ingin kasus ini diselesaikan secepat-cepatnya, agar tidak terulang kembali dimasa yang akan datang. Kita ingin, sekali lagi tanah Papua sebagai tanah yang damai," kata Jokowi seperti dikutip Antara.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Abdul Aziz