tirto.id - Koordinator Jaringan Kerja Program Legislasi Pro Perempuan (JKP3) Ratna Batara Munti menilai lingkup tugas Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang menggabungkan isu perempuan dan agama bermasalah.
Dampaknya, komusi tersebut gagal menangani sejumlah mandatnya untuk menangani pembentukan kebijakan yang dibutuhkan untuk perlindungan perempuan.
“Jadi kelembagaan Komisi VIII yang menggabungkan isu perempuan dan isu agama itu banyak merugikan ke isu perempuannya,” ujar Ratna kepada reporter Tirto pada Selasa (17/12/2019) malam.
Bentuk kegagalan menangani kebijakan yang berkaitan dengan isu perempuan, ungkap Ratna, adalah tak tercapainya pembahasan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) dan RUU Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG). Kedua RUU tersebut merupakan mandat dari Komisi VIII.
Komisi VIII memang tak hanya membidangi isu perempuan, melainkan juga isu agama dan isu sosial. Ratna menilai akhirnya orang-orang yang bertugas untuk menangani isu perempuan justru banyak yang tak memahami isu perempuan karena memiliki latar belakang isu agama atau sosial.
“Mulai dari komposisi pimpinan komisi sampai anggotanya itu lebih banyak isinya orang dengan latar belakang isu agama. Cuma segelintir yang paham isu perempuan,” ungkap Ratna.
Dengan itu, Ratna menilai jika DPR memang serius untuk membahas RUU PKS, serta tak mau mengulang kesalahan yang sama, maka sepatutnya RUU PKS jangan dibahas di Komisi VIII lagi.
“Jangan di Komisi VIII karena Komisi VIII itu bermasalah. Mereka juga gagal di periode lalu, mengesahkan satu DIM [daftar inventaris masalah] aja gak bisa,” tegas Ratna.
Penulis: Fadiyah Alaidrus
Editor: Hendra Friana