Menuju konten utama

Komisi II DPR RI Terima 495 Pengaduan Masyarakat Selama 2024

Aduan terbanyak berkaitan dengan kepemiluan dengan 201 aduan yang terdiri atas isu netralitas ASN, politik uang, SARA dan bansos untuk kepentingan politik.

Komisi II DPR RI Terima 495 Pengaduan Masyarakat Selama 2024
Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda dan pimpinan Komisi II DPR RI lainnya, dalam konferensi pers terkait laporan kinerja Komisi II DPR RI Tahun 2024 di gedung DPR RI, Jakarta, Senin (30/12/2024). Tirto.id/Fransiskus Adryanto Pratama

tirto.id - Komisi II DPR RI menerima sebanyak 495 pengaduan dari masyarakat selama 2024. Pengaduan tersebut mulai dari masalah pemilu hingga mafia tanah.

"Selama 2024 ini terdapat 495 pengaduan yang masuk ke Komisi II DPR RI yang terdiri dari beberapa klaster," kata Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda, dalam konferensi pers di gedung DPR RI, Jakarta, Senin (30/12/2024).

Ia memerinci sebanyak 201 aduan masyarakat di bidang kepemiluan seperti aduan pemilu legislatif, pemilu presiden dan wakil presiden, dan Pilkada 2024.

"Isunya beragam, mulai dari netralitas ASN, netralitas penjabat kepala daerah, terkait dengan politik uang, terkait dengan isu hoaks, SARA, dan seterusnya, termasuk misalnya bagaimana mobilisasi bantuan sosial yang dilakukan di beberapa tempat," ucap Rifqinizamy.

Kemudian, sebanyak 120 aduan masyarakat berkaitan bidang pertanahan dan tata ruang. Ia mengatakan, aduan terbanyak terkait dengan mafia tanah, penyerobotan tanah tanpa hak, hingga penggunaan tanah yang tidak memiliki atas hak.

Komisi II DPR RI juga menerima sebanyak 114 aduan terkait dengan guru honorer. Ia mengatakan Komisi II DPR RI berkomitmen menyelesaikan persoalan honorer di Indonesia maksimal pada 2025.

Merujuk data dari Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan Kemenpan RB, kurang lebih 1,7 juta orang honorer di Indonesia. Dari jumlah itu, baru 1,3 juta orang honorer yang mengikuti seleksi P3K pada 2024.

"Dan dari 1,3 juta itu ada yang lulus murni, ada yang tidak lulus. Yang tidak lulus pun Komisi II DPR RI meminta kepada pemerintah untuk tetap dijadikan P3K paruh waktu," tukas Rifqinizamy.

Di sisi lain, sebanyak 400 ribu honorer memilih tidak ikut seleksi P3K karena mengikuti seleksi CPNS. Selain itu, adapula kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah, provinsi, kabupaten, kota tidak menyelenggarakan atau tidak memberikan kuota kepada pemerintah pusat.

"Itu yang akan kami lakukan revisi terhadap undang-undang terkait dengan hubungan keuangan pusat dan daerah. Karena dalam undang-undang tersebut disebutkan, presentase penggajian atau belanja pegawai hanya boleh 30%, lebih daripada itu dilarang oleh undang-undang itu," kata Rifqinizamy.

Komisi II DPR RI juga akan memperhatikan mereka yang baru lulus dari perguruan tinggi untuk menjadi aparatur sipil negara. Ke depan, komitmen itu akan direalisasikan lewat revisi terhadap Undang-Undang ASN.

"Saya kira sudah pada tempatnya bukan hanya pelarangan terhadap pengangkatan honorer yang kita lakukan, tapi pemberian sanksi kepada pejabat yang selama ini kerap kali dengan mudahnya mengangkat honorer tanpa adanya sanksi," tutur Rifqinizamy.

Selain itu, Politikus Partai Nasdem mengatakan pihaknya juga menerima sebanyak 60 aduan dari masyarakat terkait masalah otonomi daerah. "Tahun ini ada 60, tapi total seluruhnya lebih dari 360 usulan pembentukan provinsi, kabupaten, kota di Indonesia," tukas Rifqinizamy.

Oleh karana itu, Komisi II DPR RI meminta kepada pemerintah untuk segera menyampaikan rancangan peraturan pemerintah terkait dengan desain besar otonomi daerah di Indonesia, yang merupakan kewajiban dari Undang-Undang Pemerintahan Daerah Nomor 23 tahun 2014.

Ia menegaskan dalam beleid itu Mendagri wajib mengonsultasikan rancangan PP ini kepada Komisi II DPR RI.

"PP ini penting untuk kami tahu, kira-kira 10, 20, 50, 100 tahun ke depan jumlah provinsi, kabupaten, kota yang ideal di Indonesia itu berapa. Dan alasan-alasan objektif untuk pembentukannya seperti apa," tandas Rifqinizamy.

Hal itu, jelas dia, bertujuan agar pembentukan provinsi, kabupaten, kota tidak diwarnai oleh motivasi politik yang terlalu kental. Bahkan ketika terbentuk provinsi dan kabupaten, kotanya ternyata tidak mampu untuk menghadirkan kesejahteraan rakyat dan pelayanan publik yang baik.

"Kami juga memberi concern misalnya kepada daerah-daerah otonomi baru di Papua. Daerah otonomi baru di Papua itu sebagian dari daerah otonomi baru di Papua terutama provinsi yang baru dihadirkan. Itu jumlah kabupaten, kota di bawahnya belum lengkap sebagaimana amanah Undang-Undang Pemerintah Daerah," kata Rifqinizamy.

Baca juga artikel terkait KOMISI II DPR RI atau tulisan lainnya dari Fransiskus Adryanto Pratama

tirto.id - Politik
Reporter: Fransiskus Adryanto Pratama
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Andrian Pratama Taher