Menuju konten utama

Komisi I Akan Minta Klarifikasi BAIS terkait Senjata SAGL

Ketua Komisi I mengatakan pihaknya akan meminta penjelasan Panglima TNI terkait tindakan BAIS TNI yang menahan senjata impor SAGL milik Brimob Polri.

Komisi I Akan Minta Klarifikasi BAIS terkait Senjata SAGL
Dankorbrimob Irjen Pol Murad Ismail (kiri) dan Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Setyo Wasisto memegang contoh senjata Grenade Launcher. tirto.id/Taher

tirto.id - Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan memanggil Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo untuk mengklarifikasi pernyataannya terkait adanya impor senjata ilegal, serta ratusan senjata jenis Stand Alone Grenade Launcher (SAGL) yang ditahan Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI.

Hal tersebut diungkapkan Ketua Komisi I DPR, Abdul Kharis Almasyari di Gedung Nusantara I, Jakarta, Senin (2/10/2017). Pernyataan Kharis itu menyusul polemik adanya sekitar 280 senjata SAGL yang diimpor Brimob Polri dari pabrikan Arsenal, Bulgaria dan ditahan BAIS di Bandara Soekarno-Hatta.

“Rencananya Selasa (3/10/2017) kami akan rapat dengan Menteri Pertahanan dan Panglima TNI, namun batal karena beliau melakukan gladi bersih untuk Hari Ulang Tahun TNI 5 Oktober sehingga akan dijadwal ulang,” kata Kharis seperti dikutip Antara.

Politikus PKS ini menjelaskan, pemanggilan Panglima TNI ini sangat penting mengingat pihaknya perlu mendapatkan penjelasan terkait ungkapan Jenderal Gatot Nurmatyo serta klarifikasi terkait tindakan BAIS TNI yang menahan senjata impor SAGL milik Brimob Polri.

Kharis menuturkan, pembelian senjata untuk kepentingan militer harus izin pihak militer atau dalam hal ini adalah Menteri Pertahanan (Menhan). Namun, Kharis belum bisa memastikan apakah BAIS memiliki kewenangan untuk mengecek spesifikasi senjata yang masuk ke Indonesia atau tidak.

“Saya belum tahu apakah BAIS memiliki kewenangan untuk mengecek spesifikasi senjata, saya belum baca UU yang mengaturnya secara rinci,” kata Kharis.

Baca juga: Komisi III akan Panggil Kapolri Terkait Impor Senjata SAGL

Sementara itu, anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Golkar, Bobby Aditya Rizaldi mengatakan, pihaknya akan meminta pemerintah untuk menuntaskan polemik impor senjata api kombatan ke instansi non-militer.

“Komisi I DPR mendorong pemerintah via Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan segera tuntaskan soal kesimpangsiuran impor senjata api kombatan ke instansi non-militer. Dan perlu ditata kembali sesuai aturan,” kata Bobby.

Menurut Bobby, aturan itu perlu ditata kembali sesuai dengan UU Nomor 12 tahun 1951, Instruksi Presiden Nomor 9 tahun 1976 tentang Pengawasan Senjata Api, serta Peraturan Menteri Pertahanan (Permenhan) Nomor 7 tahun 2010 tentang Perizinan, Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api di Luar Kementerian Pertahanan dan TNI.

Bobby mengatakan, harus ada nota kesepahaman antara TNI dengan 12 instansi non-militer terkait dengan penggunaan senjata kombatan tersebut. “Hal ini agar senjata kombatan tidak dimiliki instansi selain TNI, misalnya spesifikasinya penggerak kombinasi mekanik dan gas,” kata Bobby.

Dalam konteks ini, Polri mengakui bahwa pihaknya mengimpor ratusan senjata jenis SAGL untuk Korps Brimob Polri. Pengadaannya sudah melalui proses anggaran yang sah. Namun, perizinannya masih diurus ke Mabes TNI.

“Barang yang ada dalam Bandara Soetta yang dimaksud rekan-rekan senjata adalah betul milik Polri dan barang yang sah,” kata Kadiv Humas Polri, Irjen Setyo Wasisto, di Mabes Polri, Jakarta, Sabtu (30/9/2017).

Namun, senjata itu masih tertahan di Bandara Soekarno-Hatta karena masalah izin Bea Cukai. Adapun senjata itu adalah 280 pucuk senjata Stand Alone Grenade Launcher (SAGL) kaliber 40 x 46mm. Senjata itu dikemas dalam 28 kotak (10 pucuk/kotak), dengan berat total 2.212 kg.

Baca juga:

Pengamat pertahanan, Connie Rahakundini Bakrie mengatakan, pengadaan senjata dan amunisi impor yang dipesan Korps Brimob Polri legal. Connie menilai, Polri telah mengantongi izin pengiriman senjata impor dari tiga lembaga, yakni Kementerian Luar Negeri, Kementerian Perhubungan, dan Markas Besar TNI.

Connie menjelaskan, pemberian izin masuk dan mendarat pesawat terbang yang membawa barang berbahaya, seperti senjata tidak bisa secara mendadak. “Maka jelas, masuk barang itu legal dan telah melalui proses air clearance jadi sudah diketahui otoritas pemberi izin,” kata dia, Minggu (1/10/2017).

Ia justru mencurigai ada skenario bahwa impor senjata Korps Brimob Polri itu dianggap publik sebagai pengadaan barang tidak resmi atau ilegal. Connie khawatir persoalan pengadaan senjata dan amunisi itu berdampak terhadap hubungan antara TNI dan Polri dengan isu barang ilegal.

Connei mengimbau agar Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo tidak menyampaikan informasi intelijen seperti rencana pengiriman senjata karena menimbulkan keresahan terhadap masyarakat.

Baca juga:

Baca juga artikel terkait SENJATA ILEGAL atau tulisan lainnya dari Abdul Aziz

tirto.id - Politik
Reporter: Abdul Aziz
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti