tirto.id - Rabu malam, 6 Desember 2023, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menggelar LPS Awards 2023 di Grand Ballroom Hotel Fairmont, Senayan, Jakarta. Di depan pintu masuk ruang utama, di antara meja-meja aneka hidangan dan panggung kecil tempat para undangan berfoto memunggungi backdrop kegiatan, sebuah booth dengan nuansa etnik menarik perhatian.
Itulah booth Batik Fractal Indonesia.
Kehadiran Batik Fractal Indonesia di acara LPS Awards 2023 tak lepas dari peran mereka sebagai mitra LPS. Tahun ini, lewat LPS Peduli Bakti Bagi Negeri, LPS menggandeng Batik Fractal Indonesia menggelar program Pendampingan dan Pengembangan Ekosistem Batik Tradisi Cianjur-Sukabumi melalui Transformasi Digital.
“Program ini berlangsung sejak September 2023, dan diproyeksikan akan berlanjut hingga 2025,” ungkap Nancy Margried, Direktur Batik Fractal Indonesia kepada tirto, Rabu (6/12/2023).
Dalam peta wilayah batik Indonesia, Sukabumi dan Cianjur jelas tidak masuk hitungan, beda dengan Solo atau Pekalongan, misalnya. Namun, fakta itulah yang justru membuat LPS tertarik sekaligus "tertantang" untuk melakukan program Pendampingan dan Pengembangan Ekosistem Batik Tradisi Cianjur-Sukabumi melalui Transformasi Digital.
“Saya ingin LPS bisa menciptakan pusat batik baru dengan standar internasional,” ungkap Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa kepada tirto, Rabu (6/12/2023).
Keinginan semacam itu bukan tanpa dasar. Purbaya percaya, dengan teknologi jBatik yang dikembangkan Batik Fractal Indonesia, Indonesia punya potensi untuk melakukan penetrasi batik ke pasar global.
Lima belas tahun lalu, tepatnya pada 2008, sebagai kombinasi seni, sains, dan teknologi, piranti lunak jBatik mendapat sejumlah penghargaan, antara lain Asia Pacific ICT Award (APICTA) kategori "Tourism and Hospitality" (Jakarta), Penghargaan Luar Biasa dari UNESCO (Bangkok, Thailand), 100 Best Indonesia Innovations (Istana Negara, Jakarta), serta Indonesia ICT Award (INAICTA).
Secara teknis, jBatik adalah aplikasi untuk mendesain motif batik dengan rumus matematika fraktal. Desain parametrik jBatik memungkinkan para desainer membuat beragam bentuk desain dari satu motif saja, cukup dilakukan dengan mengubah parameternya. Sistem drag n drop pada jBatik membuat proses pembuatan motif menjadi lebih cepat, tidak perlu menggambar dari nol. Singkatnya, dengan jBatik, para pembatik bisa membuat beragam desain baru yang sesuai dengan perkembangan zaman dan kebutuhan pasar.
Di samping memudahkan, penggunaan piranti lunak jBatik juga membuat proses pembuatan desain batik menjadi lebih inovatif, variatif, dan terdokumentasi.
Di Sukabumi dan Cianjur, program pendampingan dan pengembangan ekosistem batik yang dilakukan LPS dan Batik Fractal Indonesia menyasar pelaku UMKM. Sejauh ini, ada 30 UMKM yang terlibat dengan jumlah anggota mencapai 90-an orang.
“Pihak LPS menginginkan agar batik-batik yang kami kembangkan di Sukabumi dan Cianjur bisa dipasarkan secara global, termasuk di pusat-pusat mode dunia seperti Paris, New York, dan Milan,” sambung Nancy.
Fraktal muncul sebagai tanda keteraturan dalam kekacauan (chaos) dalam suatu sistem yang kompleks—sebagaimana motif batik. Ya, dalam motif batik, kompleksitas hubungan manusia dengan lingkungannya kerap kali terabadikan dengan apik.
Motif LPS Menyehatkan Perekonomian Bangsa
Salah satu kegiatan dalam program Pendampingan dan Pengembangan Ekosistem Batik Tradisi Cianjur-Sukabumi melalui Transformasi Digital adalah Lokakarya Desain Motif Batik dengan Piranti jBatik.
Lewat program itu, motif-motif anyar yang dikembangkan peserta lokakarya bermunculan. Misalnya, motif Tinyuh, Bukit Leuit, Penyu Permata Laut, Julang Emas Ngibing, dan lain-lain.
Semua motif itu dibuat berdasarkan unsur-unsur lokal yang identik dengan wilayah Sukabumi dan Cianjur. “Ikon-ikon tradisi setempat kami gabungkan dan kami buat narasinya dalam motif-motif batik,” ungkap Nancy Margried.
Kita tahu, Sukabumi dikenal sebagai kota moci. Salah seorang peserta lokakarya, Usu Sebastian, membuat motif Moci Keranjang. Motif itu kemudian diaplikasikan menjadi batik oleh UMKM Fordan. Demikian pula yang dilakukan oleh Sindiani, peserta lainnya. Ia membuat motif Moci Sukabumi, dan aplikasinya pada batik dikerjakan oleh UMKM Batik Warga.
Purbaya Yudhi Sadewa menyebut, untuk mencapai target menjangkau pasar global itu, ia betul-betul memonitor kegiatan pendampingan dan pengembangan yang dilakukan bersama Batik Fractal Indonesia. Jika kualitas batik yang dihasilkan tidak sesuai ekspektasi, Purbaya tak ragu untuk mengkritik mitranya.
“Jangan sampai kita sudah pakai teknologi, tapi hasilnya tetap jelek. Saya bisa kritik mereka, ‘bagaimana mau mencapai Amerika kalau kualitas yang dihasilkan ini di Tanah Abang saja gak laku?’ Untungnya, makin ke sini tim Fraktal sudah semakin maju,” kata Purbaya.
Terakhir, Purbaya menerangkan bahwa keputusannya memproyeksikan wilayah Sukabumi dan Cianjur sebagai sentra baru industri batik tak lepas dari kepedulian institusinya sendiri.
“LPS kan juga turut menjaga stabilitas ekonomi. Kalau ekonomi masyarakat kuat, ya harusnya sektor finansial juga lebih stabil.”
Pada pembukaan LPS Awards 2023, salah satu batik ditampilkan di atas panggung, dibawa oleh belasan penari, menjadi bagian dari koreografi.
“Oh, itu batik motif Rerengan Kembang Kedele. Kembang Kedele sendiri merupakan tanaman yang punya manfaat menyehatkan tanah. Tiap kali selesai panen, petani biasanya akan menanam kedele (kedelai) agar tanah kembali sehat,” ujar Nancy yang juga dipercaya sebagai Ketua Program Pendampingan dan Pengembangan Ekosistem Batik Tradisi Cianjur-Sukabumi melalui Transformasi Digital.
Selain itu, lanjut Nancy, ornamen motif batik Rerengan Kembang Kedele juga menghiasi desain grafis LPS Awards 2023. Kemunculan motif batik itu di panggung kegiatan tak lepas dari pesan yang hendak ia sampaikan.
“Filosofinya, kami melihat kegiatan LPS Awards dan program-program LPS itu menyehatkan kondisi keuangan, ya. Memperkuat dan menyehatkan perekonomian bangsa, sebagaimana kembang kedelai.”
(JEDA)
Penulis: Tim Media Servis