Menuju konten utama

Kok Bisa Jambret Berkeliaran di Kawasan Kedubes dan Kementerian?

Penjambretan yang menewaskan korban dan pelaku di Jalan Rasuna Said menjadi sorotan, apalagi daerah Kuningan, Jaksel ini dikenal sebagai kawasan elite.

Kok Bisa Jambret Berkeliaran di Kawasan Kedubes dan Kementerian?
Ilustrasi penjambret. FOTO/Istockphoto

tirto.id - Penjambretan yang berujung pelaku dan korban tewas terjadi di kawasan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat, 5 April 2019, sekitar pukul 02.00 WIB. Ria Nurhayati (korban) dan Hauzan Rafi Rachman (pelaku) meregang nyawa usai kepala keduanya membentur trotoar.

Kejadian ini, kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Argo Yuwono, bermula saat 2 pelaku penjambretan Muhammad Siddiq Abandika dan Hauzan Rafi Rachman berkendara di fly over Menteng, Jakarta Pusat. Di sana mereka mendapati korban Ria Nurhayati yang tengah menaiki ojek online dengan pengemudi Ajeng Hendrarthi.

Argo berkata, saat itu pelaku mengambil telepon seluler Ria. Kemudian Ajeng mengejar pelaku. Kejar-kejaran terjadi sepanjang jalan menuju Gedung Wisma Tugu, lokasi yang menjadi tempat tewasnya Ria dan Hauzan.

Saat saling berebut barang terjadi, kata Argo, mereka berempat terjatuh di depan Gedung Wisma Tugu, Jalan HR. Rasuna Said, Kelurahan Karet, Setiabudi, Jakarta Selatan.

"Pelaku dan korban jatuh. Ria dan Hauzan tewas di lokasi kejadian. Sedangkan Ajeng luka dan patah kaki, kemudian Siddiq luka di bagian kepala,” kata Argo.

Kejadian ini menjadi ramai. Selain karena dua orang tewas, peristiwa penjambretan ini terjadi di kawasan kantor pemerintah yang notabene merupakan objek vital. Apalagi daerah Kuningan, Jakarta Selatan ini dikenal sebagai kawasan elite.

Sebab, di sepanjang Jalan Rasuna Said terdapat kantor pemerintahan, seperti Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Kesehatan, Direktorat Jenderal Hak Asasi Manusia, Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan, serta Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM.

Beberapa gedung kedutaan besar pun terletak di sepanjang Jalan Rasuna Said ini, seperti Turki, India, Belanda, Polandia, Rusia, Swiss, Algeria, Singapura, Yunani, dan Bosnia & Herzegovina.

Berdasarkan hasil penelusuran dan interogasi terhadap rekan Hauzan, yakni Muhammad Siddiq Abandika yang ditangkap polisi dari aksi tersebut, kedua jambret itu sering beraksi di 10 titik di sekitar Jalan Rasuna Said.

Kawasan itu antara lain: (a). Jalan Haji Achmad Bakrie Barat, Jakarta Selatan, (b). Fly Over Dokter Suharjo, Jakarta Selatan, (c). Jalan Jatinegara Barat 3, Jakarta Timur, (d). Jalan Mayor Jenderal DI Panjaitan, Jakarta Timur, (e). Jalan Rawamangun Muka Raya, Jakarta Timur, (f). Jalan Balai Pustaka Baru, Jakarta Timur, (g). Jalan Pemuda Raya, Jakarta Timur, (h). Jalan Utan Kayu, Jakarta Timur, (i). Jalan Sunan Giri, Jakarta Timur, dan (j). Fly Over Kampung Melayu, Jakarta Timur.

Namun, dari 10 titik yang menjadi wilayah operasi dua penjembret ini, hanya poin a dan b yang mengarah langsung ke Jalan Rasuna Said.

Terkait ini, Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Pol Indra Jafar mengatakan institusinya selalu berpatroli untuk mengantisipasi kejahatan jalanan di wilayah hukumnya.

“Kami patroli di daerah rawan, tidak hanya di kawasan sekitar kedubes dan kementerian. Kejahatan bisa terjadi tidak mesti berdekatan dengan kantor tersebut, di mana ada kesempatan dan niat, penjahat dapat beraksi,” kata dia ketika dihubungi reporter Tirto, Selasa (9/4/2019).

Karena itu, kata Indra, lembaganya melakukan pemetaan, menganalisis, dan memantau daerah rawan kriminal. Menurut dia, nantinya di area tersebut polisi akan meningkatkan dialog dengan satpam di kementerian, kedubes atau perkantoran di sekitar lokasi kerawanan.

Tiap polsek, lanjut Indra, memiliki tiga unit mobil patroli yang berisi dua personel polisi per mobil. Mereka akan berkeliling mengawasi daerah setempat.

“Unit patroli tidak hanya berjalan terus, tapi juga berhenti untuk berdialog dengan satpam di sana untuk menguatkan antisipasi, saling bertukar pikiran,” ujar dia.

Meski tidak ada kerja sama langsung antara Polri dan divisi keamanan gedung-gedung tersebut, kata dia, keamanan tetap menjadi tanggung jawab bersama. Bahkan satpam dapat bertindak jika ada gangguan keamanan dan ketertiban.

“Satpam di bawah binaan Polri, mereka diajarkan bela diri sebagai tindakan preventif pertama, lalu dapat berkoordinasi dengan kepolisian. Nanti polisi yang akan bertindak represif. Pengamanan swakarsa sangat penting,” jelas Indra.

Indra menambahkan, umumnya polsek, polres dan polda bersinergi untuk mengamankan lingkungan.

Sementara itu, dosen kriminologi dari Universitas Indonesia, Anggi Aulina Harahap berpendapat isu keamanan di perkotaan terutama di ruang publik biasanya menyangkut kejahatan harta benda.

“Jadi yang paling tinggi itu kebanyakan kriminalitas jalanan,” kata dia ketika dihubungi reporter Tirto.

Anggi mengatakan, faktor ekonomi dan kesempatan yang menyebabkan kerawanan di sejumlah titik itu ada. Para pelaku mendapatkan ‘kemudahan’ karena lingkungan yang tidak diawasi. Sebab, ketidakwaspadaan masyarakat juga menjadi titik masuk pelaku untuk beraksi.

Menurut Anggi, penjambretan bisa terjadi di ruang publik lantaran ciri ruang publik saat ini ialah mix used alias digunakan untuk beberapa keperluan, seperti mal dan perkantoran dalam satu area. Anggi menyatakan penjagaan di area tersebut biasanya inward looking security.

“Meski ada satpam, CCTV, tapi itu hanya menjaga area internal mereka,” kata Anggi menambahkan.

Sehingga, kata Anggi, ruang-ruang perlintasan yang tak terjaga aparat dan keamanan perkantoran menjadi wilayah rentan kejahatan jalanan. Pada ranah mix used, kata dia,seharusnya ada penjagaan outward looking security yang memang menjaga ruang perlintasan.

Anggi menyarankan sebaiknya ada kerja sama antara pemerintah dengan pihak perkantoran, khususnya bagian keamanan di area tersebut untuk memaksimalkan penjagaan.

“Perlu wadah makro untuk keamanan di ruang publik itu, misalnya dibuat payung hukum atau kebijakan pemerintah daerah untuk mengamankan wilayah mix used. Terutama di daerah lintasan yang tidak terjaga,” tutur Anggi.

Tidak hanya penjambretan, Jakarta juga menjadi kawasan paling sibuk dan padat penduduk.

Pencurian menjadi salah satu jenis kriminalitas di ibu kota yang dianggap paling menonjol oleh Polda Metro Jaya. Tahun lalu, misalnya, setidaknya terdapat 3.138 laporan kasus pencurian yang masuk ke kepolisian.

Kepolisian Indonesia membagi kasus pencurian menjadi tiga kategori: pencurian kendaraan bermotor; pencurian dengan pemberatan alias maling; dan pencurian dengan kekerasan. Pembagian ini didasarkan pada hukum pidana.

Dari tiga jenis pencurian itu, pencurian dengan pemberatan yang paling sering terjadi, mencapai 1.584 kasus dalam setahun.

Secara statistik, jumlah pencurian di Jakarta pada 2018 sebenarnya turun jika dibandingkan tahun 2017. Penurunan paling tinggi pada kasus pencurian dengan kekerasan, yakni 30%. Secara keseluruhan, jumlah pencurian di Jakarta turun 24%.

Baca juga artikel terkait KASUS BEGAL atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Abdul Aziz