Menuju konten utama

Koalisi Masyarakat Sipil Desak Tuntaskan Kasus Novel

Menurut Asfinawati, motif penyiraman terhadap Novel tentu saja karena jabatan yang disandangnya, yakni penyidik KPK. Perbuatan penyerangan terhadap Novel, kata dia, adalah salah satu bukti tindakan menghalang-halangi keadilan hukum dalam pemberantasan korupsi atau obstruction of justice.

Koalisi Masyarakat Sipil Desak Tuntaskan Kasus Novel
Koalisi Masyarakat Sipil Peduli KPK Menuntut Penegakkan Kasus Novel Baswedan. Laola Ester dari ICW, Andriyani Koordinator KontraS, Miko Ginting dari LPSHK, Tommy Alberth LBH Jakarta, Di Kantor ICW, Jakarta. tirto.id/Dimeitri Nurulanisa

tirto.id - Koalisi Masyarakat Sipil Peduli Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang terdiri dari YLBHI, ICW, KontraS, LBH Jakarta, dan PSHK Jumat, (21/04/2017) mempertanyakan kelanjutan kasus penyiraman air keras terhadap penyidik senior KPK, Novel Baswedan. Pasalnya, meski sudah sepuluh hari terjadi, kasus Novel tak kunjung menemukan titik temu, terutama pelaku dan aktor intelektual penyiraman tersebut.

"Kasus Novel ini bukan kali pertamanya, sudah ada dari Cicak vs Buaya 1, 2 dan kasus kriminalisasi Abraham Samad, Antasari Azhar, Bambang Widjojanto dan masih banyak kasus lain yang menghambat proses penyidikan. Namun semuanya sampai sekarang enggak jelas kemana kasusnya," jelas Ketua YLBHI Jakarta Asfinawati di kantor ICW dalam sebuah diskusi, Jumat (21/4/2017).

Menurut Asfinawati, motif penyiraman terhadap Novel tentu saja karena jabatan yang disandangnya, yakni penyidik KPK. Perbuatan penyerangan terhadap Novel, kata dia, adalah salah satu bukti tindakan menghalang-halangi keadilan hukum dalam pemberantasan korupsi atau obstruction of justice.

Apalagi, kata Asfinawati, KPK memiliki kewajiban untuk mengungkap kejadian ini sampai tuntas. Salah satunya meminta intervensi dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar membentuk tim independen kusus. Pembentukan ini tak lain agar kasus Novel bisa menemukan siapa pelaku penyerangan. Sebab, aksi penyerangan tersebut berakibat pada penurunan fungsi penglihatan dan kerusakan pada gendang telinga Novel Baswedan.

"Kerusakan mata dan telinga tidak mungkin terjadi kalau Novel bukan menjadi penyidik KPK. Tapi kalau karena statusnya. Jadi di sini KPK memiliki kewajiban tapi serangan kepada KPK rekam jejak sebelumnya juga mulai dari Cicak Buaya, Penangkapan Pak abraham Samad dan Bambang Widjojanto," kata Asfinawati.

Sementara itu, Peneliti dari Pusat Studi Hukum dan Kajian (PSHK) Miko Ginting mempertanyakan mengapa KPK tidak menindaklanjuti informasi dari Novel Baswedan yang mengaku mendapat ancaman dua pekan sebelum kejadian pada Senin pagi, 11 April 2017 lalu. Hal itu tentu saja menjadi pertanyaan banyak pihak karena informasi tersebut dianggap oleh angin lalu oleh pimpinan KPK.

"Penyerangan kepada Novel Baswedan adalah kasus kesekian kali. Bahwa kasus ini penyerangan berulang kali tapi minta perlindungan-perlindungan tapi tak digubris. Ini menjadi bukti ada kelemahan mitigasi penyidik, penuntut, dan pimpinan KPK. Semestinya memang ada pasukan khusus yang melindugi pejabat vital di KPK," jelas Miko Ginting di lokasi yang sama.

Miko Ginting juga menyetujui bahwa kejadian penyiraman Novel dijadikan untuk mengukur nilai independensi, Presiden Jokowi sebaiknya mengerahkan intelijennya membentuk satgas independen untuk mencari tahu dalang penyiraman terhadap Novel. Pasalnya, banyak pihak meragukan kinerja Kepolisian dalam menyelesaikan kasus ini sampai ke akar-akarnya. Hal ini tak lain karena adanya conflict of interest kepolisian terhadap KPK.

Dia menyebut bahwa hubungan KPK dengan Kepolisian sejak dulu tidak pernah harmonis. Renggangnya hubungan Polri dan KPK, kata dia, bisa jadi salah satu penyebab kasus Novel belum menemukan pencerahan. Ditambah lagi, KPK sendiri memiliki banyak musuh di sektor strategis mulai dari birokrasi juga sektor politis yang tentu saja menyebabkan KPK sulit bergerak.

"KPK tuh sebaiknya harus memiliki sifat mitigasi risiko. Yang paling penting upaya pemberantasan korupsi harus ditegakkan. Karena musuh KPK banyak sekali. Upaya pemberantasan korupsi untuk kejahatan-kejahatan sulit diberantas kalau begini. Banyak kasus yang menumpuk akibat Novel sakit. Karena ini tentu saja menguntungkan maling dalam korupsi infsrastruktur politik dan maling di tempat lain juga," jelas Miko.

Sama seperti keduanya Indonesian Corruption Watch (ICW) berharap sebelum dua pekan pelaku penyiraman terhadap Novel harus ditemukan. Apabila sampai limit waktu yang ditentukan tak kunjung ditemukan, maka Koalisi Masyarakat Sipil Peduli KPK akan menyatakan sikap sebagai ultimatum dan meragukan independensi pimpinan KPK dan Polri dalam menuntaskan kasus ini.

"Saya berharap kasus ini jangan sampai lama dituntaskan. Kami meyakini bahwa KPK tidak bisa bertindak sendiri. Jadi baik Kepolisian bisa menungkap penyelidikannya sudah sampai dimana. Pemerintah juga harus mencari political will tim investigasi independen sendiri. Jangan sampai dikahwatirkan ini jadi lips service saja," tutup Aktivis ICW, Laola Ester.

Sebelumnya, kasus penyiraman air keras Novel Baswedan terjadi pada Senin dua pekan lalu, saat dirinya usai melakukan salat Subuh di Masjid Al Ikhsan di kawasan Kepala Gading, Jakarta Utara. Novel diduga diserang oleh dua orang pelaku memakai motor.

Beruntung, Novel berhasil dilarikan ke RS. Mitra Keluarga Kelapa Gading sekitar 500 meter dari tempat tinggalnya. Novel akhirnya di rujuk ke RS. Jakarta Eye Center, Menteng dan satu hari setelahnya dirujuk berobat intensif ke Rumah Sakit di Singapura.

Baca juga artikel terkait NOVEL BASWEDAN DISIRAM AIR KERAS atau tulisan lainnya dari Alexander Haryanto

tirto.id - Hukum
Reporter: Dimeitry Marilyn
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Alexander Haryanto