tirto.id - Ratusan organisasi dan kelompok individu yang mengatasnamakan Koalisi Dukung AKUR mengecam dan mengkritik penyegelan terhadap paseban makam keluarga Sunda Wiwitan di Curug Goong, Kuningan, Jawa Barat, pada 20 Juli lalu.
Koalisi menyebut penyegelan dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) adalah tindakan melanggar hukum. Pasalnya, pembangunan bakal makam sesepuh masyarakat AKUR Sunda Wiwitan adalah bagian dari ekspresi atau pengamalan beragama dan berkepercayaan atau berkeyakinan yang dilindungi oleh negara.
Sebelumnya penyegelan tersebut dilakukan jajaran aparat pemerintah Kabupaten Kuningan berdasarkan Surat Satpol PP Pemerintah Kabupaten Kuningan tertanggal 17 Juli 2020 atas nama Kepala Satpol PP Indra Purwantoro, S.AP. Dasar tindakan penyegelan adalah surat teguran ketiga Satpol PP terhadap Sdr. Gumirat Barna Alam selaku pemilik bangunan bakal pasarean dengan alasan tidak memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
Padahal, di saat yang sama, di dalam Perda Kabupaten Kuningan No. 13 tahun 2015 tentang Perangkat Desa, tak ada juklak dan juknis pengajuan IMB untuk paseban makam di tanah keluarga.
Namun, Direktur Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP), Frangky Tampubolon, yang tergabung di dalam koalisi mengatakan bahwa Undang-Undang Dasar 1945 tertulis bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
"Atas dasar itulah Bupati Kuningan Acep Purnama dan seluruh jajarannya berkewajiban memfasilitasi warga AKUR Sunda Wiwitan untuk membangun bakal pesarean sesepuhnya," kata Frangky saat konferensi pers koalisi, Selasa (28/7/2020) siang.
Kata dia, pengurusan IMB pembangunan bakal pemakaman adalah bentuk bentuk diskriminasi yang sangat nyata.
"Maka, penyegelan bakal pesarean adalah tindakan pelanggaran HAM yang sangat serius, karena terkait dengan pengamalan kepercayaan atau keyakinan penghayat Sunda Wiwitan," katanya.
Frangky mengatakan Koalisi Dukung AKUR menuntut Presiden Joko Widodo, Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Himar Farid, dan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menindak tegas penyegelan yang dilakukan Bupati Acep Purnama karena melanggar hak dasar warga negara dalam mengamalkan agama dan kepercayaannya
"Kami juga menuntut Bupati Kuningan Acep Purnama untuk memerintahkan jajarannya untuk segera membuka segel bangunan bakal pesarean sesepuh masyarakat AKUR Sunda Wiwitan," katanya.
Koalisi juga meminta tanggung jawab Bupati Acep memfasilitasi dan memberikan jaminan perlindungan atas hak dan kebebasan beragama dan berkepercayaan atau berkeyakinan warga AKUR Sunda Wiwitan untuk membangun bakal pesarean sesepuh masyarakat AKUR Sunda Wiwitan di lahan milik pribadi di Curug Goong, Desa Cisantana.
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Reja Hidayat