tirto.id - Salah satu warga penghayat Sunda Wiwitan, Dewi Kanti meminta Kemendagri segera melakukan pembenahan pada Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) usai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) memastikan jenis aliran kepercayaan boleh dicantumkan dalam kolom "agama" di dokumen administrasi kependudukan.
Pembenahan SIAK itu terkait dengan memasukkan data semua aliran kepercayaan ke dalam sistem administrasi kependudukan. Dengan begitu, para penganut aliran kepercayaan segera bisa mencantumkan jenis keyakinannya di kolom Kartu Tanda Penduduk (KTP) elektronik atau e-KTP dan dokumen kependudukan lainnya.
Baca Juga: Putusan MK dan Diskriminasi terhadap Penghayat Kepercayaan
Dewi memaklumi pembenahan SIAK tentu memerlukan waktu. Tapi pada prinsipnya, putusan MK tetap harus menjadi acuan Kemendagri. Dia berharap pembenahan sistem tidak menjadi alasan kelambanan perbaikan SIAK.
Dia menuturkan, sudah 72 tahun, para warga penghayat kepercayaan tidak mendapatkan keadilan berupa pengakuan negara dalam administrasi kependudukan. Menurut Dewi, hak konstitusional para para penghayat kepercayaan selama ini dilanggar, padahal mereka ikut dalam pembangunan bangsa dan negara Indonesia. Karena itu, Dewi menuntut pemenuhan hak konstitusional itu dalam sistem administrasi kependudukan segera dipenuhi oleh pemerintah.
“Unsur keadilan yang harus ditegakkan. Mau nunggu berapa puluh tahun lagi? Kami sudah menunggu 72 tahun. Ini bukan soal pertanyaan urgensi, ini persoalan mendesak, ini utang peradaban,” kata dia kepada tirto pada Rabu (8/11/2017).
Ia berharap pemerintah bisa segera menyelesaikan pembenahan sistem administrasi kependudukan. Waktu 1 bulan, menurut dia, cukup untuk pembenahan sistem itu karena teknologi maju di SIAK.
Dewi juga menegaskan bahwa putusan MK harus ditaati semua pihak. Ia berharap tidak ada pihak yang mempersulit penghayat kepercayaan untuk mendapatkan perlakuan yang setara dengan warga lain.
“Iya harus. Tidak ada istilah kendala teknis atau apapun karena itu kan sudah keputusan hukum yang mengikat ya,” ujar Dewi.
Bukan tanpa alasan Dewi menuntut perbaikan segera sistem SIAK. Fakta-fakta kerugian materiil dan imateriil telah dipaparkan oleh warga Sunda Wiwitan dalam persidangan gugatan di MK.
Dalam beberapa kesempatan, warga yang menganut kepercayaan berbeda dengan mayoritas ini tidak mendapat fasilitas yang setara. Pada saat pembuatan KTP misalnya, warga dipaksa untuk memilih di antara 6 agama yang diakui di Indonesia, padahal mereka berkepercayaan berbeda.
“Ketika itu tidak dilakukan (mencantumkan agama resmi di kolom KTP), kami kesulitan untuk mencari pekerjaan, bahkan masuk kuliah,” kata dia.
Pada Selasa kemarin, tak lama usai putusan MK muncul, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo berjanji kementeriannya akan segera melaksanakan amanat putusan MK.
"Kemendagri akan berkoordinasi dengan Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan untuk mendapatkan data kepercayaan yang ada di Indonesia," kata Tjahjo seperti dilansir laman Kemendagri.
Dia menambahkanDitjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri akan memasukan data aliran kepercayaan tersebut ke dalam sistem administrasi kependudukan. Setelah data itu diperoleh, maka Kemendagri akan memperbaiki aplikasi SIAK dan aplikasi data base, serta melakukan sosialisasi ke 514 kabupaten dan kota.
Kemendagri, menurut Tjahjo, juga akan mengajukan usulan revisi kedua UU Administrasi Kependudukan. Revisi diperlukan untuk mengakomodir putusan MK itu.
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Addi M Idhom