tirto.id - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutaan (KLHK) akan menerbitkan aturan baru untuk mempermudah pemanfaatan slag nikel yang masih termasuk bahan berbahaya dan beracun (B3)
Direktur Jenderal Pengelolaan Limbah, Sampah, dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3) KLHK Rosa Vivien Ratnawati mengatakan, beleid ini akan memperbolehkan pengusaha untuk mengelola slag nikel tanpa mengikuti prosedur limbah B3.
“Badan usaha itu dapat mengajukan pengecualian limbah B3 hanya untuk yang masuk spesifik khusus dan umum. Dimungkinkan pengecualian tapi dia harus tes,” ucap di Gedung Menko Perekonomian Jumat (27/9/2019).
“Dituangkan dalam Peraturan Menteri LHK tentang tata cara pengujian karakteristik pengecualian slag nikel,” tambahnya.
Vivien menyatakan hal ini dimungkinkan oleh UU No. 32 tahun 2009 tentang pengelolaan limbah dan PP 101 tahun 2014 tentang pengelolaan limbah B3. Dalam Pasal 191 PP 101 tahun 2014, perusahaan dapat mengajukan pengecualian limbah B3.
Pertimbangannya, slag nikel dinilai tidak terlalu berbahaya karena tak mudah meledak, menyala, menimbulkan infeksi serta tidak korosif. Masuknya slag nikel ke dalam limbah B3 pun lebih disebabkan karena jumlahnya banyak.
Kendati demikian, sebelum pengecualian diberikan, KLHK tetap mengharuskan badan usaha menggelar pengetesan yang harus diserahkan ke lembaganya.
Nanti hasil tes itu harus memenuhi standar antara lain tes SDVLT, CTLV, sampai ketentuan lab pengujian. Pasalnya kondisi slag nikel setiap perusahaan berbeda-beda sehingga pengujian tersebut diperlukan sebelum pengecualian diberikan.
Hingga saat ini, tiga korporasi yang akan mengelola slag nikel tanpa prosedur B3 yaitu Vale, Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), dan Pomala Antam.
“Pengecualian belum ada yang mengajukan. Tapi hasilnya nanti 2-3 minggu. Tiga perusahaan ini inisiatif KLHk kami menguji dan baru jalan minggu depan,” imbuh Vivien.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Hendra Friana